IPHI Ajukan Lima Rekomendasi untuk Penguatan BPKH: Hindari Pembubaran, Fokus pada Penyempurnaan

Masyarakat Indonesia tengah menaruh perhatian besar terhadap pengelolaan dana haji yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Di tengah berbagai diskusi dan evaluasi mengenai kinerja BPKH, Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) memberikan pandangan konstruktif dengan mengajukan lima usulan strategis untuk menyempurnakan BPKH, bukan malah membubarkannya.

Erman Suparno, Ketua Umum IPHI periode 2021-2026, menekankan pentingnya menjaga independensi BPKH. IPHI, sebagai organisasi yang turut berperan dalam pembentukan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, memandang bahwa BPKH merupakan hasil perjuangan umat dan harus dipertahankan. Mengingat BPKH baru beroperasi sejak 2017, fokus saat ini seharusnya pada perbaikan dan peningkatan kualitas manajemen, bukan pembubaran. Usulan ini muncul sebagai respons terhadap wacana yang berkembang mengenai evaluasi bahkan pembubaran BPKH.

IPHI mengingatkan kembali akan sejarah kelam pengelolaan dana haji sebelum BPKH terbentuk, di mana praktik korupsi dan penyelewengan kerap terjadi di bawah kendali pemerintah. Kasus korupsi yang melibatkan Menteri Agama pada masa lalu menjadi bukti nyata perlunya lembaga independen yang transparan dan profesional dalam mengelola dana haji. Oleh karena itu, IPHI menolak segala upaya untuk menarik kembali dana haji ke dalam kendali pemerintah.

Lima poin strategis yang diusulkan IPHI dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VIII DPR RI pada 9 Maret lalu adalah sebagai berikut:

  • Penyelarasan Peran BPKH dan Badan Pelaksana Haji (BPH): IPHI mendorong adanya harmonisasi antara BPKH dan BPH yang baru dibentuk oleh pemerintahan Presiden Prabowo, guna menghindari tumpang tindih regulasi dan memastikan efektivitas penyelenggaraan haji.
  • Pembentukan Komite Tetap Haji: Komite ini bertujuan untuk meningkatkan koordinasi lintas kementerian dan lembaga terkait, sehingga kebijakan fiskal dan efisiensi biaya haji dapat dioptimalkan.
  • Penguatan Manajemen Risiko Keuangan: IPHI menekankan pentingnya penerapan cadangan risiko dan strategi lindung nilai (hedging) untuk mengantisipasi fluktuasi ekonomi global yang dapat mempengaruhi nilai dana haji.
  • Strategi Rekapitalisasi dan Restrukturisasi Investasi: Usulan ini bertujuan untuk mencegah kerugian dan menjaga stabilitas dana haji melalui pengelolaan investasi yang cermat dan terukur.
  • Keberlanjutan Subsidi Haji dan Efisiensi Dana: IPHI mendukung keberlanjutan subsidi haji bagi jemaah yang membutuhkan, namun juga menekankan pentingnya efisiensi dalam penggunaan dana, termasuk melalui penerapan kontrak jangka panjang untuk biaya pemondokan, transportasi, dan konsumsi.

Selain itu, IPHI mengusulkan pemisahan regulator (Kementerian Agama) dari eksekutor (BPKH) sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik. Dalam struktur organisasi BPKH, IPHI mengusulkan adanya perwakilan dari berbagai unsur, seperti profesional manajemen, ahli keuangan, Kementerian Agama/BPH, Komisi VIII DPR RI, pendiri (IPHI), dan wali amanah/stakeholder pelaksana bimbingan dan pelaksanaan haji. Hal ini bertujuan untuk memastikan BPKH dikelola secara komprehensif dan akuntabel.

Dengan usulan-usulan ini, IPHI berharap BPKH dapat semakin kuat, profesional, dan mampu mengelola dana haji secara optimal demi kepentingan seluruh umat Islam di Indonesia. Penyempurnaan melalui amandemen UU No. 34 Tahun 2014 dipandang sebagai langkah yang lebih konstruktif dibandingkan dengan pembubaran BPKH yang berisiko menimbulkan ketidakpastian dan hilangnya kepercayaan masyarakat.