RDF: Solusi Sementara Atasi Tumpukan Sampah, BRIN Soroti Pentingnya Pemilahan di Tingkat Rumah Tangga

Polemik terkait fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF) di Rorotan, Jakarta Utara, yang diduga memicu pencemaran udara, memunculkan perdebatan mengenai efektivitas dan dampak lingkungan dari teknologi pengolahan sampah ini. Di tengah kekhawatiran masyarakat akan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta mengklaim fasilitas tersebut telah dilengkapi teknologi penyerap bau dengan standar lingkungan yang ketat. Namun, benarkah RDF menjadi solusi berkelanjutan untuk mengatasi permasalahan sampah di ibu kota?

Kepala Pusat Riset Sistem Produksi Berkelanjutan dan Penilaian Daur Hidup BRIN, Nugroho Adi Sasongko, mengakui bahwa proses pembakaran sampah dalam fasilitas RDF menghasilkan emisi berupa asap dan karbon dioksida (CO2) yang berpotensi mencemari lingkungan. Meskipun demikian, Nugroho berpendapat bahwa RDF dapat menjadi solusi jangka pendek yang efektif untuk mengurangi volume sampah yang menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

"Saya pernah menghitung kalau misalnya sampah di Bantargebang dijadiin satu butuh waktu lebih dari 10-19 tahun (untuk dikelola) tergantung teknologinya. Jadi kalau misalnya ada orang bilang ini (RDF) mengganggu lingkungan terus solusinya apa?" ujar Nugroho, menekankan urgensi penanganan sampah yang mendesak.

Nugroho menyoroti permasalahan utama dalam pengelolaan sampah di Indonesia, yaitu kurangnya pemilahan sampah sejak dari sumbernya. Ia menjelaskan bahwa mayoritas sampah di Indonesia tidak dipilah di tingkat rumah tangga, sehingga sampah organik dan non-organik tercampur menjadi satu.

"Kalau sampah dari awal di hulunya kita sudah pilah mungkin kita bisa memberikan solusi yang pendekatannya lebih ramah lingkungan. Jadi ada yang bisa didaur ulang, bisa buat kompos, kemudian ada yang memang endingnya harus dibakar atau diperolisa. Sekarang, semuanya ditumpuk jadi satu," jelasnya.

Kualitas RDF dan Usia Sampah

Untuk menghasilkan RDF dengan kualitas optimal, Nugroho menyarankan penggunaan sampah yang telah berusia lebih dari lima tahun. Sampah yang telah lama terdeposit cenderung lebih padat dan kering, sehingga memiliki nilai kalor yang lebih tinggi dan ideal sebagai bahan bakar.

"Kalau yang sudah padat itu kalorinya tinggi, terus kadar kelembapannya sudah berkurang karena kan sudah keras jadi airnya itu sudah keluar. Biasanya relatif lebih kering. Untuk solusi saat ini, jangka pendek memang kayaknya itu (RDF) salah satu cara untuk menghabiskan sampah," paparnya.

Peran Pemerintah Daerah dan Masyarakat

Nugroho menekankan pentingnya peran aktif pemerintah daerah dalam mendorong masyarakat untuk memilah sampah dari rumah. Dengan pemilahan sampah yang efektif, pengelolaan sampah di TPA akan menjadi lebih efisien dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.

Rekomendasi untuk Pengelola RDF

Guna meminimalkan pencemaran udara yang dihasilkan oleh fasilitas RDF, Nugroho menyarankan pengelola untuk memasang teknologi penangkap partikel debu (electrostatic precipitator) pada cerobong pembakaran. Selain itu, ia juga merekomendasikan penanaman bambu di sekitar fasilitas RDF sebagai solusi alami untuk mengurangi polusi udara.

"Karena bambu itu kalau misalnya dia gesekan antara batang bambu itu menimbulkan elektrostatik. Jadi mungkin bisa ngasih masukan ke pengelola kawasan Rorotan ditanami bambu saja di sekitar kawasan RDF, tetapi yang tinggi-tinggi," jelas Nugroho.

Tanggapan Pemprov DKI Jakarta

Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, telah melakukan audiensi dengan warga terkait permasalahan RDF Rorotan. Pramono menjelaskan bahwa teknologi yang digunakan dalam fasilitas tersebut berasal dari Eropa dan bau tidak sedap yang tercium disebabkan oleh proses commissioning atau uji coba yang menggunakan sampah lama. Ia juga menjanjikan perbaikan dan pemasangan alat pemantau kualitas udara di sekitar RDF Plant Rorotan.

"Saya menginstruksikan kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jakarta untuk segera melakukan perbaikan. Selain itu, setelah melakukan dialog dengan warga, kami sepakat pada radius 4-5 Km dari RDF Plant Rorotan akan dipasang alat pemantau kualitas udara," ujar Pramono.

Pemprov DKI Jakarta juga berkomitmen untuk menanggung biaya pengobatan warga yang terdampak akibat proses commissioning di fasilitas RDF Plant Jakarta.

RDF menawarkan solusi jangka pendek untuk mengatasi tumpukan sampah, namun implementasinya harus dibarengi dengan upaya pemilahan sampah yang masif dari tingkat rumah tangga. Investasi dalam teknologi pengendalian emisi dan penanaman vegetasi di sekitar fasilitas RDF juga krusial untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Tanpa pendekatan holistik, RDF hanya akan menjadi solusi parsial yang tidak menyelesaikan akar permasalahan sampah di Indonesia.