Rupiah Tertekan di Level Krisis: Sentimen Geopolitik dan Kebijakan AS Jadi Biang Kerok?

Rupiah Tertekan di Level Krisis: Sentimen Geopolitik dan Kebijakan AS Jadi Biang Kerok?

Jakarta - Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS terus menunjukkan tren pelemahan yang mengkhawatirkan. Pada perdagangan hari Selasa, 25 Maret 2025, mata uang Garuda ini menembus level Rp 16.600-an, sebuah angka yang mengingatkan pada masa-masa krisis ekonomi.

Menurut pengamatan dari Ibrahim Assuaibi, seorang analis pasar uang, pelemahan Rupiah ini dipicu oleh kombinasi faktor eksternal dan internal. Dari sisi eksternal, tensi geopolitik yang meningkat menjadi katalis utama. Ancaman Amerika Serikat terhadap Iran terkait program nuklirnya menciptakan ketidakpastian global yang mendorong investor untuk mencari aset yang lebih aman (safe haven), seperti Dolar AS.

"Geopolitik masih menjadi momok. Ancaman AS terhadap Iran bukan lagi sekadar gertakan, tetapi sudah pada tahap ultimatum perang," ujar Ibrahim.

Selain itu, kebijakan ekonomi yang akan diterapkan oleh AS pada awal April juga turut memberikan tekanan pada Rupiah. Rencana pengenaan tarif impor tambahan oleh pemerintahan AS diproyeksikan akan memicu kenaikan harga barang-barang impor, yang pada akhirnya dapat membebani perekonomian negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Meski detailnya belum jelas, pasar khawatir bahwa kebijakan ini akan menyasar negara-negara yang memiliki surplus perdagangan signifikan dengan AS, yang berpotensi memicu perang dagang baru.

Dari sisi internal, Ibrahim menyoroti masih adanya arus modal asing yang keluar dari Indonesia. Hal ini diperparah dengan pengumuman kepengurusan BPI Danantara, sebuah lembaga yang bergerak di bidang keuangan. Investor asing khawatir bahwa intervensi pemerintah yang berlebihan dalam pasar modal dapat mengurangi daya tarik investasi di Indonesia.

"Investor menginginkan pasar modal yang independen, di mana pemerintah hanya berperan sebagai pengawas, bukan pemain," jelas Ibrahim.

Ibrahim memprediksi bahwa Rupiah akan terus berfluktuasi dalam perdagangan hari ini, dengan kecenderungan melemah. Ia memperkirakan rentang pergerakan Rupiah berada di antara Rp 16.550 hingga Rp 16.620 per Dolar AS.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelemahan Rupiah:

  • Ketegangan Geopolitik: Ancaman AS terhadap Iran meningkatkan ketidakpastian global dan mendorong investor mencari aset yang lebih aman.
  • Kebijakan Ekonomi AS: Rencana penerapan tarif impor tambahan oleh AS memicu kekhawatiran akan kenaikan harga dan perang dagang.
  • Arus Modal Asing: Masih adanya dana asing yang keluar dari Indonesia menekan nilai tukar Rupiah.
  • Intervensi Pemerintah: Kekhawatiran investor terhadap intervensi pemerintah yang berlebihan dalam pasar modal.

Implikasi Pelemahan Rupiah:

  • Kenaikan Harga Impor: Barang-barang impor akan menjadi lebih mahal, yang dapat memicu inflasi.
  • Peningkatan Beban Utang: Perusahaan dan pemerintah yang memiliki utang dalam Dolar AS akan menghadapi beban yang lebih berat.
  • Penurunan Daya Beli: Daya beli masyarakat akan menurun karena harga-harga barang dan jasa meningkat.

Rekomendasi:

Pemerintah dan Bank Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk menstabilkan nilai tukar Rupiah. Hal ini dapat dilakukan melalui:

  • Intervensi Pasar: Bank Indonesia dapat melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk menstabilkan Rupiah.
  • Koordinasi Kebijakan: Pemerintah dan Bank Indonesia perlu berkoordinasi dalam merumuskan kebijakan ekonomi yang dapat menarik investasi asing dan menjaga stabilitas makroekonomi.
  • Komunikasi Efektif: Pemerintah perlu memberikan komunikasi yang jelas dan transparan kepada pasar untuk mengurangi ketidakpastian dan membangun kepercayaan investor.

Stabilitas nilai tukar Rupiah sangat penting untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia. Pemerintah dan Bank Indonesia perlu bertindak cepat dan tepat untuk mengatasi tantangan ini.