Tantangan Ketersediaan Antivenom: Harga Selangit Penawar Bisa King Kobra di Indonesia Bergantung Impor
Kelangkaan Antivenom King Kobra di Indonesia: Impor Jadi Andalan, Harga Mencapai Miliaran Rupiah
Indonesia menghadapi tantangan serius dalam penanganan kasus gigitan ular king kobra (Ophiophagus hannah). Meskipun ular kobra jawa (Naja sputatrix) relatif umum ditemukan dan antivenomnya tersedia, penawar bisa untuk king kobra justru sangat langka dan mahal, memaksa ketergantungan pada impor.
Menurut Dokter Hewan Boedi Setiawan dari Rumah Sakit Hewan Pendidikan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, satu-satunya antivenom yang diproduksi di Indonesia adalah Bio SAVE atau SABU (Serum Anti Bisa Ular) oleh PT Bio Farma. Serum ini efektif untuk menetralkan bisa ular tanah (Agkistrodon rhodostoma), ular welang (Bungarus fasciatus), dan ular kobra jawa.
"Ketersediaannya sudah tersedia di puskesmas dan rumah sakit di seluruh Indonesia," ujarnya.
Sayangnya, Bio SAVE tidak efektif untuk gigitan king kobra. Dokter Boedi menjelaskan bahwa ular kobra jawa dan king kobra adalah spesies yang berbeda, sehingga antivenom yang efektif pun berbeda. Untuk penawar bisa king kobra, Indonesia harus mengimpor dari Thailand. Masalahnya, harga antivenom king kobra sangat mahal, berkisar antara 76.000 hingga 115.000 dollar AS, atau sekitar Rp 1,2 miliar hingga Rp 1,9 miliar.
Tantangan Efektivitas Antivenom yang Ada
Meski kadang digunakan untuk kasus gigitan king kobra, Bio SAVE dianggap kurang efektif dibandingkan antivenom spesifik seperti Ophiophagus hannah Monovalent Antivenom (OhMAV) yang diproduksi di Thailand. Hal ini karena Bio SAVE kurang mengikat bisa king kobra secara optimal.
"Masih kurang efektif kalau dibandingkan dengan antivenom spesifik seperti Ophiophagus hannah Monovalent Antivenom (OhMAV) yang diproduksi di Thailand," ujarnya.
Jenis Antivenom Langka Lainnya
Selain antivenom king kobra, beberapa jenis antivenom lain juga sulit didapatkan di Indonesia, antara lain:
- Green Pit Viper Antivenom (penawar bisa ular pit viper atau ular kabur/Trimeresurus sp)
- Antivenom Daboia siamensis ruselli (penawar bisa ular viper russell)
- Neuropolivalen Thailand (penawar bisa ular kobra siam/Naja Kaothia)
- Hematopolivalen Thailand (penawar bisa ular timur merah atau red-tailed pit viper/Caloselesma rhodostoma, ular kabur belang putih atau white-lipped pit viper/Trimeresurus albolabris, serta ular Russell's viper Siam/Daboia siamensis)
- Neuropolivalen Australia (penawar bisa black snake, tiger snake, brown snake, taipan, dan death adder, serta beberapa jenis ular yang lebih banyak ditemukan di Indonesia Timur).
Implikasi dan Upaya ke Depan
Kondisi ini menyoroti perlunya investasi dan penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan antivenom spesifik yang diproduksi di dalam negeri. Ketergantungan pada impor tidak hanya mahal, tetapi juga rentan terhadap masalah pasokan dan logistik. Pengembangan antivenom lokal akan meningkatkan ketersediaan dan akses bagi masyarakat yang berisiko terkena gigitan ular berbisa, sekaligus mengurangi beban biaya yang sangat tinggi.
Selain itu, edukasi masyarakat tentang identifikasi ular berbisa dan langkah-langkah pertolongan pertama pada gigitan ular juga sangat penting untuk mengurangi dampak negatif gigitan ular.