Vonis Kasus Penembakan Bos Rental: Pengadilan Militer Bebaskan Tiga Oknum TNI AL dari Restitusi, Ini Pertimbangannya
Pengadilan Militer Jakarta Putuskan Bebaskan Tiga Terdakwa TNI AL dari Kewajiban Restitusi
Majelis hakim Pengadilan Militer Jakarta memutuskan untuk tidak membebani tiga anggota TNI AL yang terlibat dalam kasus penembakan terhadap seorang pengusaha rental mobil, Ilyas Abdurrahman, dengan kewajiban membayar ganti rugi atau restitusi kepada keluarga korban dan korban luka. Putusan ini menimbulkan pertanyaan, mengingat dampak tragis dari tindakan para terdakwa.
Dalam sidang vonis yang digelar pada Selasa, 25 Maret 2025, hakim ketua menyatakan bahwa permohonan restitusi yang diajukan oleh pihak pemohon melalui auditor militer tidak dapat dikabulkan. Pertimbangan utama majelis hakim adalah kompleksitas kasus ini yang melibatkan beberapa terdakwa, baik dari kalangan militer maupun sipil.
Ketiga terdakwa, yaitu Kelasi Kepala Bambang Apri Atmojo, Sertu Akbar Adli, dan Sertu Rafsin Hermawan, telah dijatuhi hukuman berat atas perbuatan mereka. Bambang dan Akbar divonis penjara seumur hidup, sementara Rafsin dihukum 4 tahun penjara. Selain hukuman pidana, ketiganya juga dipecat dari dinas militer.
Pertimbangan Hukum dan Keadilan dalam Putusan Restitusi
Majelis hakim berpendapat bahwa restitusi seharusnya tidak hanya dibebankan kepada ketiga terdakwa militer. Mengingat ada terdakwa lain dari kalangan sipil yaitu Isra, Iin Hilmi, Ajat, dan Rohman yang juga terlibat dalam kasus ini. Hakim beranggapan bahwa mereka harus bertanggung jawab secara bersama-sama atas kerugian yang diderita oleh para korban, termasuk Ramli yang mengalami luka-luka. Proses hukum untuk terdakwa sipil akan dilakukan melalui peradilan umum di Pengadilan Negeri Kota Tangerang.
Hakim menekankan pentingnya keadilan dalam pembagian beban restitusi. Beliau menyatakan bahwa restitusi kepada Ramli harus ditanggung secara tanggung renteng oleh semua terdakwa, baik militer maupun sipil. Logika ini sejalan dengan perlakuan terhadap keluarga Ilyas Abdurrahman, di mana semua pelaku pembunuhan dan penadahan harus bertanggung jawab secara kolektif.
Selain itu, majelis hakim menemukan adanya ketidaksesuaian dalam perhitungan nilai restitusi yang diajukan. Salah satu komponen yang dipermasalahkan adalah включение pembayaran seluruh angsuran bulanan mobil rental. Menurut hakim, hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2022 tentang tata cara pemberian restitusi dan kompensasi kepada korban tindak pidana. Hakim juga menolak dasar perhitungan restitusi yang mengacu pada kompensasi korban tindak pidana terorisme, karena kasus ini jelas berbeda.
Kemampuan Finansial Terdakwa dan Peran Satuan TNI AL
Faktor lain yang menjadi pertimbangan hakim adalah kemampuan finansial para terdakwa. Dengan hukuman pemecatan dari dinas militer, ketiga terdakwa dinilai tidak lagi memiliki sumber pendapatan yang memadai untuk membayar restitusi dalam jumlah besar.
Namun, hakim mencatat bahwa satuan tempat para terdakwa bertugas telah memberikan santunan kepada keluarga korban. Keluarga Ilyas Abdurrahman menerima Rp 100 juta, sementara Ramli menerima Rp 35 juta. Majelis hakim menilai bahwa satuan TNI AL dapat dianggap sebagai pihak ketiga yang dapat memberikan restitusi, sebagaimana diatur dalam Perma Nomor 1 Tahun 2022.
Peluang Gugatan Perdata di Masa Depan
Kendati demikian, hakim menegaskan bahwa putusan ini tidak menutup kemungkinan bagi keluarga korban untuk mengajukan gugatan perdata di kemudian hari. Jika para terdakwa atau pihak ketiga tidak mampu membayar restitusi, kewajiban tersebut tetap melekat pada diri para terdakwa. Keluarga korban tetap memiliki hak untuk menuntut ganti rugi melalui jalur hukum yang berbeda.
Sebelumnya, auditor militer menuntut Kelasi Kepala Bambang Apriatmodjo untuk membayar restitusi sebesar Rp 299.633.500 kepada keluarga Ilyas Abdurrahman dan Rp 146.354.200 kepada Ramli. Sementara itu, Sertu Akbar Adli dan Sertu Rafsin Hermawan masing-masing dituntut membayar restitusi sebesar Rp 147.133.500 kepada keluarga Ilyas Abdurrahman dan Rp 73.177.100 kepada Ramli.
Putusan pengadilan militer ini menjadi sorotan karena menyangkut hak-hak korban tindak pidana untuk mendapatkan ganti rugi. Meskipun para pelaku telah dihukum secara pidana dan dipecat dari dinas militer, pertanyaan tentang tanggung jawab finansial dan kompensasi bagi para korban tetap menjadi isu penting yang perlu ditangani secara adil dan transparan.