Kemenaker Terima Aduan Soal THR Ojol: Bonus Rp 50 Ribu Dianggap Tak Layak

Gelombang Protes THR Ojol Mencapai Kemenaker: Bonus Rp 50 Ribu Picu Kemarahan

Jakarta – Gelombang protes terkait pembayaran Bonus Hari Raya (BHR) atau Tunjangan Hari Raya (THR) bagi pengemudi ojek online (ojol) dan kurir daring semakin memanas. Puluhan perwakilan pengemudi dan kurir memadati Posko THR di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) pada hari Selasa, 25 Maret 2025, untuk menyampaikan keluhan mereka.

Lily Pujiati, Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) sekaligus koordinator aksi, menjelaskan bahwa kedatangan mereka adalah untuk mengadukan praktik pemberian BHR yang tidak sesuai dengan Surat Edaran (SE) yang telah ditetapkan. Salah satu contoh yang mencuat adalah seorang pengemudi ojol dengan pendapatan tahunan Rp 93 juta yang hanya menerima BHR sebesar Rp 50 ribu.

"Ini adalah bentuk diskriminasi dan penghinaan terhadap para pengemudi ojol. Perusahaan-perusahaan aplikasi ini jelas melanggar ketentuan yang telah ditetapkan oleh Presiden dan Menteri Ketenagakerjaan," tegas Lily.

SPAI telah menghimpun 800 laporan terkait pembayaran BHR yang tidak sesuai aturan hingga pukul 11.00 WIB pada hari yang sama. Sebagian besar laporan tersebut mengeluhkan bonus yang tidak sesuai, yaitu hanya Rp 50 ribu, atau bahkan belum menerima BHR sama sekali menjelang H-7 Idul Fitri 2025. Ironisnya, sekitar 80% pengemudi hanya menerima nominal tersebut.

SPAI berpegang teguh pada SE yang mengatur teknis penghitungan BHR, yaitu dengan menghitung rata-rata penghasilan pengemudi atau kurir selama setahun, dibagi 12 bulan, lalu dikalikan 20%. Jika seorang pengemudi menghasilkan Rp 100 juta dalam setahun, maka THR yang seharusnya diterima adalah sekitar Rp 1,6 juta hingga Rp 1,7 juta.

SPAI mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan penyedia jasa transportasi online yang tidak patuh terhadap aturan. Mereka menuntut kehadiran negara dalam menertibkan aplikator-aplikator nakal yang melanggar regulasi yang berlaku.

"Kami ingin bertemu dengan Bapak Presiden dan mengadukan langsung persoalan ini. Aplikator-aplikator ini seolah mengabaikan pidato dan imbauan beliau," imbuh Lily.

Imbauan Presiden dan Surat Edaran Menaker Terabaikan

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah mengumumkan imbauan pemberian bonus hari raya atau tunjangan hari raya untuk pengemudi ojol dan kurir online. Imbauan ini merupakan hasil perundingan pemerintah dengan pimpinan perusahaan transportasi online, termasuk Gojek Indonesia dan Grab Indonesia.

Presiden menekankan agar THR dibayarkan dalam bentuk tunai dengan mempertimbangkan keaktifan kerja pengemudi. Pemerintah memberikan perhatian khusus kepada para pengemudi dan kurir online atas kontribusi mereka dalam mendukung layanan transportasi dan logistik di Indonesia.

Menindaklanjuti imbauan Presiden, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/3/HK.04.00/III/2025 tentang Pemberian Bonus Hari Raya Keagamaan Tahun 2025 bagi Pengemudi dan Kurir pada Layanan Berbasis Aplikasi.

SE tersebut menegaskan bahwa pemberian BHR atau THR merupakan wujud kepedulian perusahaan aplikasi terhadap para pengemudi dan kurir online. Dalam SE tersebut, terdapat lima ketentuan penting:

  • Bonus hari raya keagamaan diberikan oleh perusahaan aplikasi kepada seluruh pengemudi dan kurir online yang terdaftar secara resmi.
  • Bonus hari raya keagamaan diberikan paling lambat tujuh hari sebelum Hari Raya Idul Fitri 1446 H.
  • Bagi pengemudi dan kurir online yang produktif dan berkinerja baik, bonus diberikan secara proporsional sesuai kinerja dalam bentuk uang tunai, dengan perhitungan 20% dari rata-rata pendapatan bersih bulanan selama 12 bulan terakhir.
  • Bagi pengemudi dan kurir online di luar kategori tersebut, bonus hari raya keagamaan diberikan sesuai kemampuan perusahaan aplikasi.
  • Pemberian bonus hari raya keagamaan tidak menghilangkan dukungan kesejahteraan bagi pengemudi dan kurir online sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Namun, implementasi SE ini tampaknya masih jauh dari harapan para pengemudi ojol dan kurir daring. Dengan aduan yang terus mengalir ke Kemenaker, diharapkan pemerintah dapat segera mengambil tindakan tegas untuk memastikan hak-hak para pekerja sektor informal ini terpenuhi.