Terkuak di Persidangan Suap Hakim, Gaji Bulanan Hakim Heru Hanindyo Rp 28 Juta
Gaji Hakim Heru Hanindyo Terungkap dalam Sidang Suap Vonis Bebas Ronald Tannur
Sidang kasus dugaan suap yang melibatkan tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur, terdakwa kasus kematian Dini Sera Afrianti, mengungkap fakta baru mengenai gaji bulanan salah satu hakim yang terlibat. Hakim nonaktif Heru Hanindyo, yang dihadirkan sebagai saksi mahkota dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, menyatakan bahwa ia menerima gaji sekitar Rp 28 juta per bulan saat bertugas di Surabaya. Heru bersaksi untuk hakim nonaktif PN Surabaya, Erintuah Damanik dan Mangapul.
"Saudara saksi ya, saudara sebagai hakim ini ya, gajinya per bulan berapa Pak?" tanya jaksa dalam persidangan. "Per bulan kurang lebih kalau di Surabaya 28-an kurang lebih," jawab Heru. "Ribu, juta?" tanya jaksa. "Juta," jawab Heru.
Dalam persidangan tersebut, jaksa penuntut umum menggali lebih dalam mengenai sumber pendapatan Heru Hanindyo selain gaji pokok. Heru menjelaskan bahwa ia juga menerima uang perjalanan dinas (perjadin) yang besarannya bervariasi, tergantung pada sumber pendanaan dan tujuan perjalanan dinas. Uang perjadin tersebut diterima dalam bentuk rupiah maupun mata uang asing. Nilai uang perjalanan dinasnya juga bervariasi tergantung dari DIPA atau dari undangan negara donor. Apabila dibiayai dari DIPA maka akan diberikan dalam bentuk Rupiah dengan standar asing, namun apabila diundang dari negara donor maka akan diberikan dalam mata uang asing.
Dakwaan Suap Hakim PN Surabaya
Kasus ini bermula dari vonis bebas yang diberikan kepada Ronald Tannur dalam kasus kematian Dini Sera Afrianti. Jaksa mendakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul telah menerima suap sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu (sekitar Rp 3,6 miliar) untuk memuluskan vonis bebas tersebut.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, hakim yaitu Terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul yang memeriksa dan memutus perkara pidana atas nama Gregorius Ronald Tannur, berdasarkan Penetapan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Kelas IA Khusus Nomor 454/Pid.B/2024/PN Sby tanggal 05 Maret 2024, yang menerima hadiah atau janji, berupa uang tunai sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu," kata jaksa penuntut umum dalam dakwaannya.
Meirizka Widjaja, ibu dari Ronald Tannur, disebut berperan aktif dalam upaya pembebasan anaknya. Ia meminta bantuan seorang pengacara bernama Lisa Rahmat untuk mengurus perkara tersebut. Lisa Rahmat kemudian menghubungi mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar untuk mencari hakim PN Surabaya yang bersedia memberikan vonis bebas kepada Ronald Tannur dengan imbalan suap.
Setelah melalui proses kasasi, Mahkamah Agung (MA) membatalkan vonis bebas Ronald Tannur dan menjatuhkan hukuman penjara selama 5 tahun.
Berikut poin penting dari kasus ini:
- Hakim Heru Hanindyo: Mengungkapkan gajinya sebesar Rp 28 juta/bulan dalam persidangan.
- Dakwaan Suap: Tiga hakim PN Surabaya didakwa menerima suap Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu.
- Peran Ibu Terdakwa: Meirizka Widjaja, ibu Ronald Tannur, berupaya menyuap hakim agar anaknya bebas.
- Kasasi MA: MA mengabulkan kasasi dan memvonis Ronald Tannur 5 tahun penjara.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan menyoroti pentingnya menjaga integritas hakim dan memberantas praktik korupsi di lembaga peradilan.