Rekor Suhu Panas 2024 Picu Lonjakan Permintaan Listrik Global: Analisis IEA Ungkap Dampak Signifikan pada Emisi
Gelombang Panas Global Pacu Konsumsi Energi Listrik: Laporan IEA Soroti Dampak Terhadap Emisi
Jakarta, [Tanggal Hari Ini] - Tahun 2024 tercatat sebagai tahun terpanas dalam sejarah, sebuah rekor yang tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga secara signifikan meningkatkan permintaan energi listrik global. Temuan ini terungkap dalam laporan terbaru Global Energy Review 2025 yang dirilis oleh Badan Energi Internasional (IEA), menyoroti adanya korelasi erat antara kenaikan suhu ekstrem dan lonjakan konsumsi energi.
Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) sebelumnya telah mengonfirmasi bahwa tahun 2024 melampaui rekor suhu sebelumnya, dengan suhu rata-rata global mencapai 1,55 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri. Gelombang panas dahsyat melanda berbagai belahan dunia, mendorong masyarakat untuk meningkatkan penggunaan pendingin ruangan (AC) secara drastis, yang kemudian berdampak langsung pada peningkatan konsumsi listrik.
Selain faktor suhu ekstrem, pertumbuhan industri, elektrifikasi sektor transportasi, serta ekspansi pusat data dan perkembangan kecerdasan buatan (AI) juga menjadi pendorong utama peningkatan permintaan listrik. Secara keseluruhan, permintaan energi global melonjak sebesar 2,2 persen pada tahun 2024, hampir dua kali lipat dari rata-rata pertumbuhan tahunan sebesar 1,3 persen yang tercatat antara tahun 2013 dan 2023.
Direktur Eksekutif IEA, Fatih Birol, menekankan bahwa pertumbuhan pesat penggunaan listrik telah menarik permintaan energi secara keseluruhan, bahkan mampu membalikkan tren penurunan konsumsi energi yang sebelumnya terlihat di negara-negara maju.
Umpan Balik Antara Suhu dan Emisi
Laporan Global Energy Review 2025 juga menyoroti adanya lingkaran umpan balik (feedback loop) yang mengkhawatirkan antara peningkatan suhu dan emisi. Gelombang panas ekstrem yang melanda negara-negara seperti China dan India memicu peningkatan penggunaan AC, yang pada gilirannya meningkatkan permintaan akan pembangkit listrik. Akibatnya, konsumsi batu bara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) ikut terkerek naik, menyebabkan peningkatan emisi dari sektor pembangkitan listrik.
IEA memperkirakan bahwa suhu tinggi sepanjang tahun 2024 berkontribusi signifikan terhadap peningkatan emisi karbon dioksida tahunan sebesar 0,8 persen, mencapai total 37,8 miliar ton. Peningkatan ini menyoroti pentingnya tindakan segera untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mempercepat transisi menuju sumber energi yang lebih bersih.
Harapan dari Energi Bersih
Di tengah tantangan ini, terdapat secercah harapan dari perkembangan pesat sumber energi bersih. Implementasi energi surya, energi angin, nuklir, dan pompa panas sejak tahun 2019 telah berhasil mencegah pelepasan 2,6 miliar ton karbon dioksida setiap tahunnya. Penetrasi sumber energi bersih yang signifikan juga mampu mengkaver sebagian besar peningkatan permintaan listrik global pada tahun 2024. Jumlah kapasitas daya terbarukan baru yang dipasang di seluruh dunia meningkat menjadi sekitar 700 gigawatt (GW) pada tahun lalu.
Implikasi dan Rekomendasi
Temuan dari laporan IEA ini menggarisbawahi urgensi untuk mempercepat transisi energi bersih dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Pemerintah, industri, dan individu perlu bekerja sama untuk:
- Meningkatkan efisiensi energi di semua sektor.
- Berinvestasi dalam infrastruktur energi terbarukan.
- Mengembangkan teknologi penyimpanan energi yang lebih baik.
- Mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
- Mendorong perilaku konsumen yang lebih berkelanjutan.
Dengan mengambil tindakan yang tegas dan terkoordinasi, dunia dapat mengatasi tantangan perubahan iklim dan membangun masa depan energi yang lebih berkelanjutan.
Kata Kunci:
- IEA
- Energi
- Listrik
- Global Energy Review 2025
- Suhu
- WMO
- Emisi
- Energi bersih
- Perubahan Iklim