Putusan MK Batasi Hak Parpol Usung Kader di Pilkada, NasDem Ajukan Keberatan
NasDem Kritik Putusan MK: Pembatasan Hak Partai dalam Menempatkan Kader Terbaik di Pilkada
Jakarta – Partai NasDem menyampaikan kekecewaannya atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang calon legislatif (caleg) terpilih untuk mengundurkan diri demi maju dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Ketua DPP Partai NasDem, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, menilai putusan ini sebagai bentuk pembatasan terhadap hak partai politik (parpol) dalam menempatkan kader-kadernya.
"Dari sisi partai politik, putusan Mahkamah Konstitusi ini membatasi ruang bagi kami untuk menempatkan kader-kader kami melalui pemilu yang tersedia," ujar Rifqi kepada wartawan, Selasa (25/3/2025).
Menurut Rifqi, hak untuk menempatkan kader merupakan prerogatif partai politik. Dengan adanya putusan MK ini, partai harus menyusun ulang mekanisme penugasan kader.
"Kami harus melakukan exercisement ulang terhadap penugasan-penugasan kader, fokus di mana mereka yang harus ikut pileg, mana mereka yang harus ikut pilkada sejak awal sebelum 2029 berlangsung," jelasnya. Rifqi juga menyoroti potensi masalah jika jadwal pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota pada tahun 2029 mendatang berimpitan dengan pemilihan legislatif.
Implikasi Putusan MK terhadap Strategi Partai Politik
Putusan MK ini memaksa partai politik untuk lebih cermat dalam merencanakan strategi pemenangan di berbagai tingkatan. Partai harus mempertimbangkan dengan matang potensi kader yang akan ditugaskan di Pileg maupun Pilkada sejak jauh hari.
Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan gugatan terkait mekanisme pengunduran diri caleg terpilih dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Mahkamah mengubah norma pasal tersebut dengan status inkonstitusional bersyarat, membatasi alasan pengunduran diri caleg terpilih hanya jika mendapat penugasan dari negara untuk menduduki jabatan yang tidak melalui pemilihan umum.
Ketua Mahkamah Konstitusi, Suhartoyo, saat membacakan putusan nomor perkara 176/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang MK, Jakarta, Jumat (21/3/2025), menyatakan bahwa pasal 426 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
MK Soroti Potensi Transaksional dalam Pengunduran Diri Caleg
Hakim Konstitusi Arsul Sani dalam pertimbangan hukumnya menjelaskan bahwa fenomena pengunduran diri caleg terpilih menggambarkan praktik demokrasi yang tidak sehat. Mahkamah melihat potensi praktik transaksional yang dapat mereduksi prinsip kedaulatan rakyat.
"Dengan demikian, Mahkamah berpendapat calon terpilih yang hendak mengundurkan diri karena hendak mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah adalah hal yang melanggar hak konstitusional sebagai pemegang kedaulatan rakyat," tegas Arsul.
Putusan MK ini menimbulkan konsekuensi yang signifikan bagi partai politik dalam mempersiapkan diri menghadapi Pilkada. Partai harus lebih selektif dalam memilih kader yang akan diusung dan mempertimbangkan implikasi jangka panjang dari penugasan tersebut.