DPR Kejar Penyelesaian Draf Revisi KUHAP: April 2025 Target Finalisasi
DPR Kejar Penyelesaian Draf Revisi KUHAP: April 2025 Target Finalisasi
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menetapkan target penyelesaian draf revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada April 2025. Hal ini disampaikan Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR RI yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (5/3/2025). Panjaitan menekankan pentingnya finalisasi draf pada bulan April, setelah melalui serangkaian proses pengumpulan aspirasi dan diskusi intensif selama bulan Maret.
Proses penyusunan draf revisi KUHAP ini melibatkan berbagai pihak, mulai dari pakar hukum hingga advokat. Komisi III DPR RI secara aktif menjaring aspirasi dan masukan dari berbagai kalangan untuk memastikan draf revisi yang dihasilkan komprehensif dan mengakomodasi berbagai kepentingan. Setelah tahap pengumpulan aspirasi selesai, draf akan dibahas lebih lanjut antar fraksi di Komisi III bersama pemerintah. Tahap selanjutnya adalah membuka draf untuk partisipasi publik, khususnya para advokat, untuk memberikan masukan detail terkait norma-norma hukum yang diatur dalam revisi KUHAP.
Salah satu poin penting yang mengemuka dalam RDPU adalah usulan dari advokat Maqdir Ismail terkait mekanisme penahanan tersangka. Ismail mengusulkan agar penahanan sebaiknya dilakukan setelah adanya putusan pengadilan, kecuali dalam kasus-kasus khusus seperti tersangka yang tidak memiliki alamat atau pekerjaan tetap. Ia berargumen bahwa hal ini dapat mencegah kelebihan kapasitas di rumah tahanan (rutan) dan mengurangi potensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) bagi para tahanan. Ismail mencontohkan kondisi rutan yang penuh sesak, yang menurutnya dapat disamakan dengan kondisi 'seperti sarden', merupakan pelanggaran HAM yang perlu diatasi.
Lebih lanjut, Ismail menekankan pentingnya mempertimbangkan kekuatan bukti sebelum melakukan penahanan. Bagi tersangka dengan alamat jelas dan bukti yang belum kuat, penahanan dinilai tidak perlu. Usulan ini menjadi pertimbangan penting dalam revisi KUHAP untuk menyeimbangkan penegakan hukum dengan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Sementara itu, Ketua Umum DPN Peradi, Luhut MP Pangaribuan, menyoroti aspek restorative justice dalam revisi KUHAP. Ia mengingatkan perlunya kehati-hatian dalam merumuskan mekanisme restorative justice, mengingat konteks hukum pidana yang berbeda dengan hukum privat. Pangaribuan menegaskan bahwa penerapan restorative justice harus dilakukan dengan cermat agar tidak mengikis fondasi hukum pidana yang ada.
Proses revisi KUHAP ini diharapkan dapat menghasilkan undang-undang yang lebih efektif, efisien, dan berkeadilan. Komisi III DPR RI berkomitmen untuk menyelesaikan draf revisi KUHAP sesuai target waktu yang telah ditetapkan, sekaligus memperhatikan masukan dan aspirasi dari berbagai pihak untuk menghasilkan produk hukum yang berkualitas dan berdampak positif bagi penegakan hukum di Indonesia.