Kebijakan Usang Daur Ulang: Ancaman Pemborosan Anggaran dan Kemunduran Tata Kelola Pemerintahan
Pemerintahan Prabowo Subianto menuai sorotan tajam atas kecenderungan menghidupkan kembali program-program era Orde Baru, sebuah langkah yang dianggap sebagai pengulangan tanpa esensi dan berpotensi memicu pemborosan anggaran negara. Beberapa program yang tengah digagas, seperti Koperasi Desa Merah Putih, Sekolah Rakyat, dan pelibatan militer dalam jabatan sipil, mengingatkan pada masa lalu yang kelam. Program Makan Bergizi Gratis pun tak luput dari kontroversi.
Reinkarnasi Program Orde Baru: KUD, Sekolah Rakyat, dan Dwifungsi ABRI
Koperasi Desa Merah Putih, dengan alokasi dana fantastis sebesar Rp 350 triliun dari Dana Desa, mengingatkan pada Koperasi Unit Desa (KUD) era 1970-an. Desa-desa dipaksa berutang miliaran rupiah kepada bank BUMN (Himbara) untuk membangun sarana dan prasarana, menciptakan beban keuangan yang berpotensi memberatkan. Program Sekolah Rakyat, yang dikelola oleh Kementerian Sosial dengan anggaran Rp 100 miliar per unit, meniru konsep sekolah asrama gratis bagi anak-anak miskin, serupa dengan model pendidikan pada masa kolonial dan Orde Lama. Lebih jauh, upaya memasukkan militer aktif ke dalam pemerintahan sipil melalui revisi UU TNI mengulang praktik Dwifungsi ABRI yang kontroversial.
Kegagalan Masa Lalu: Pelajaran yang Tak Dipetik
Pengulangan program kebijakan, jika didasari oleh keberhasilan dan manfaat yang berkelanjutan, tentu dapat diterima. Namun, mengulang program yang terbukti gagal hanya akan mengulangi kesalahan yang sama. KUD, meski didukung penuh oleh pemerintah dengan subsidi dan privilese, gagal menjadi motor penggerak ekonomi pedesaan dan justru terjerat korupsi. Sekolah Rakyat pada masa lalu gagal menjadi solusi pendidikan non-diskriminatif dan justru didasari oleh politik diskriminasi. Dwifungsi ABRI merusak tata kelola negara, menciptakan kekuasaan otoriter, dan mengalihkan peran tentara dari penjaga kedaulatan menjadi penjaga kepentingan kekuasaan.
Bahaya Repetisi Kebijakan: Tumpang Tindih, Inefisiensi, dan Ketimpangan
Repetisi program kebijakan hanya akan membuang anggaran negara secara percuma. Koperasi Desa Merah Putih berpotensi tumpang tindih dengan fungsi dan peran Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan bertentangan dengan UU Koperasi. Sekolah Rakyat mengabaikan peran sekolah-sekolah yang sudah ada dalam mencerdaskan masyarakat. Dwifungsi Tentara menciptakan ketimpangan dalam meritokrasi birokrasi pemerintahan sipil.
Inovasi Kebijakan: Kunci Kemajuan Bangsa
Pemerintahan seharusnya fokus pada program-program inovatif yang berbasis riset partisipatif dan melayani kebutuhan masyarakat. Program kebijakan harus melalui telaah rasional dan sejalan dengan pemberdayaan masyarakat. Inovasi program harus didasari oleh kesadaran untuk kepentingan masyarakat, bukan sekadar proyek anggaran atau pencitraan politik. Keberlanjutan program pasca-periode pemerintahan juga harus dipikirkan secara matang.
Riset Partisipatif: Fondasi Kebijakan yang Berkelanjutan
Pengulangan program kebijakan harus didasari oleh kalkulasi risiko yang cermat dan disesuaikan dengan realitas zaman. Program harus sesuai dengan visi kemajuan bangsa menuju Indonesia Emas. Pemimpin dan politisi harus memiliki proyeksi dan gagasan yang jelas, serta berpihak pada kepentingan masyarakat, bukan sekadar mengejar angka statistik. Pengulangan program kebijakan harus didasarkan pada penelitian ilmiah dengan metodologi partisipatif. Lebih baik lagi jika merumuskan program kebijakan baru yang menjamin keberhasilan dalam konteks geopolitik ekonomi saat ini.
Trisno Yulianto, Koordinator Forum Demokrasi Deliberasi