Tertekan Sentimen Global dan Domestik, Rupiah Sentuh Titik Nadir Sejak Krisis Moneter 1998
Rupiah Terjun Bebas: Sentimen Global dan Domestik Tekan Mata Uang Garuda ke Level Terendah Sejak 1998
Jakarta, [Tanggal Hari Ini] – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami tekanan hebat, mencapai level terendah sejak krisis moneter Asia tahun 1998. Pada hari Selasa, 25 Maret 2025, mata uang Garuda sempat menyentuh angka Rp 16.640 per dolar AS sebelum akhirnya sedikit menguat dan berada di posisi Rp 16.590 per dolar AS. Kondisi ini menandai pelemahan signifikan yang mengkhawatirkan stabilitas ekonomi Indonesia.
Penurunan nilai rupiah ini dipicu oleh kombinasi faktor global dan domestik yang menciptakan sentimen negatif di pasar. Kekhawatiran terhadap stabilitas fiskal Indonesia menjadi pemicu utama, diperparah oleh ketidakpastian ekonomi global.
Faktor-Faktor Pemicu Pelemahan Rupiah:
Beberapa faktor utama yang menyebabkan pelemahan rupiah antara lain:
- Kekhawatiran Fiskal: Rencana belanja pemerintah yang populis, usulan pengawasan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) oleh lembaga sovereign wealth fund yang baru, dan peningkatan peran militer dalam masyarakat sipil menimbulkan kekhawatiran tentang keberlanjutan fiskal jangka panjang Indonesia.
- Sentimen Global: Ketidakpastian ekonomi global, termasuk potensi kenaikan suku bunga oleh bank sentral AS (The Fed), juga memberikan tekanan pada mata uang negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
- Permintaan Dolar AS yang Tinggi: Tingginya permintaan dolar AS di pasar domestik, baik untuk repatriasi dana maupun pembayaran lainnya, semakin memperparah tekanan terhadap rupiah.
- Isu Pengunduran Diri Menteri Keuangan: Rumor pengunduran diri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang dikenal sebagai sosok penjaga disiplin fiskal, sempat memicu kepanikan di pasar meskipun kemudian dibantah.
- Defisit Transaksi Berjalan: Defisit transaksi berjalan yang tak terduga turut memperburuk sentimen terhadap rupiah.
Respons Bank Indonesia:
Menanggapi pelemahan rupiah, Bank Indonesia (BI) telah melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk menstabilkan nilai tukar. Namun, efektivitas intervensi ini masih perlu dilihat dalam jangka panjang mengingat kuatnya tekanan yang dihadapi rupiah.
Perbandingan dengan Mata Uang Regional:
Kondisi rupiah yang melemah juga dialami oleh beberapa mata uang regional lainnya. Ringgit Malaysia tercatat melemah 0,2 persen, sementara baht Thailand juga mengalami penurunan hingga mencapai level terendah dalam tiga minggu terakhir. Dollar Singapura menjadi satu-satunya mata uang yang stabil di tengah gejolak pasar.
Dampak dan Prospek ke Depan:
Pelemahan rupiah dapat berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia, termasuk peningkatan inflasi, kenaikan biaya impor, dan potensi penurunan daya beli masyarakat. Pemerintah dan BI perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan memitigasi dampak negatifnya terhadap perekonomian.
Christopher Wong, analis mata uang di OCBC, menyatakan bahwa kinerja buruk rupiah disebabkan oleh faktor fundamental yang melemah, termasuk kekhawatiran fiskal, defisit transaksi berjalan yang tak terduga, perlambatan ekonomi, dan ekspektasi bahwa BI mungkin harus segera melonggarkan kebijakan. Hal ini menggarisbawahi perlunya reformasi struktural dan kebijakan yang kredibel untuk memulihkan kepercayaan investor dan memperkuat fundamental ekonomi Indonesia.