Gonjang-Ganjing Suap Vonis Bebas Ronald Tannur: Pengakuan Hakim Erintuah Damanik Ungkap Pergulatan Batin dan Tekanan Kolega
Pergulatan Batin Hakim Erintuah Damanik Sebelum Mengakui Suap dalam Kasus Ronald Tannur
Drama persidangan kasus suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur terus bergulir. Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Erintuah Damanik, membuat pengakuan mengejutkan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Ia mengaku sempat berniat mengakhiri hidupnya sebelum akhirnya memutuskan untuk membuka tabir suap yang melibatkan dirinya dan dua hakim lainnya, Heru Hanindyo dan Mangapul. Pengakuan ini diungkapkan Erintuah saat menjadi saksi mahkota dalam sidang terdakwa Heru Hanindyo.
"Apa yang mendorong saudara untuk mengakui semua perbuatan saudara saat itu?" tanya jaksa penuntut umum, menggali lebih dalam alasan di balik perubahan sikap Erintuah. Erintuah kemudian mengungkapkan pergulatan batinnya yang mendalam. "Jadi sebagaimana yang diterangkan oleh Pak Heru, saya pernah mau bunuh diri Pak..." jawabnya. Titik baliknya, kata Erintuah, adalah saat ia mendalami ayat-ayat Alkitab. Sebagai seorang Nasrani, ia menemukan kekuatan dan petunjuk untuk berani mengakui perbuatannya.
Erintuah merasa dihantui oleh ketakutan akan kutukan yang mungkin menimpa keluarganya. Ia berharap, dengan mengakui kesalahannya, kutukan itu akan berhenti padanya dan tidak berlanjut ke anak cucunya. "Karena dalam Alkitab saya dikatakan bahwa itu adalah kutuk pak. Hentikan kutuk ini sampai di sini, jangan sampai ke anak-anak, cucu saya," ujarnya.
Tekanan dan Pengakuan Rekan Hakim
Dalam persidangan, terungkap pula adanya perbedaan pandangan antara Erintuah dan Heru Hanindyo. Erintuah menuturkan bahwa Heru bersikeras untuk tidak mengakui penerimaan suap dan bahkan berencana mengajukan praperadilan dengan alasan penangkapan tidak sah. "Jadi waktu itu Heru menyatakan fight bang ya, fight, fight, dia bilang. Pokoknya jangan mengaku atau nanti kita ngajukan praperadilan karena penangkapan ini tidak sah karena ini bukan OTT gitu," jelas Erintuah.
Namun, Erintuah tidak goyah dengan pendiriannya. Ia kemudian menyampaikan hasil kontemplasinya kepada Mangapul, hakim anggota lainnya dalam perkara tersebut. Erintuah menunjukkan ayat-ayat Alkitab yang menjadi landasan keputusannya untuk mengakui perbuatan suap. "Saya bilang, kebetulan kalau saya sama dia pak, kebetulan dia marga ibu saya, saya bilang, 'Lae, terserah kalau kau mau ngaku apa tidak silakan, tapi aku akan mengaku karena itu hasil kontemplasi saya dan ini ayat-ayat yang saya'. Saya tunjukkan pak ayat-ayat waktu itu, ini ayat-ayatnya hasil kontemplasi saya dan saya harus mengaku, saya bilang. Baru kemudian dia ngaku, baru kemudian Mangapul ngaku," tutur Erintuah.
Kronologi Kasus Suap dan Vonis Ronald Tannur
Kasus ini bermula dari perkara kematian Dini Sera Afrianti yang menjerat Gregorius Ronald Tannur. Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, berupaya keras agar anaknya bisa bebas dari jeratan hukum. Ia kemudian meminta bantuan pengacara Lisa Rahmat untuk mengurus perkara tersebut. Lisa Rahmat lantas menghubungi mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, untuk mencarikan hakim PN Surabaya yang bersedia memberikan vonis bebas kepada Ronald Tannur.
Singkat cerita, suap senilai Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu (setara Rp 3,6 miliar) diberikan kepada tiga hakim PN Surabaya: Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul. Sebagai imbalannya, Ronald Tannur divonis bebas. Namun, kebenaran akhirnya terungkap. Vonis bebas tersebut ternyata diperoleh melalui praktik suap.
Jaksa kemudian mengajukan kasasi atas vonis bebas Ronald Tannur. Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi tersebut dan menjatuhkan vonis 5 tahun penjara kepada Ronald Tannur. Kasus ini menjadi sorotan publik dan menjadi pengingat akan pentingnya integritas dan profesionalisme dalam penegakan hukum.
Daftar Bukti Suap
Berikut ini adalah daftar barang bukti suap dalam kasus ini:
- Uang tunai sebesar Rp 1 miliar
- SGD 308 ribu (setara Rp 3,6 miliar)
Pasal yang Dilanggar
Ketiga hakim PN Surabaya didakwa melanggar pasal tentang suap, yaitu:
- Pasal yang mengatur tentang hakim yang menerima hadiah atau janji terkait dengan perkara yang sedang ditangani.