LPSK Tegaskan Perbedaan Santunan dan Restitusi dalam Kasus Penembakan Bos Rental oleh Oknum TNI
Polemik Restitusi dalam Kasus Penembakan Bos Rental: LPSK Soroti Perbedaan dengan Santunan
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan tanggapan terkait putusan Pengadilan Militer Jakarta yang tidak membebankan restitusi kepada tiga anggota TNI AL yang terlibat dalam kasus penembakan Ilyas Abdurrahman, seorang pengusaha rental mobil, hingga menyebabkan kematian. LPSK menekankan bahwa restitusi merupakan hak korban dan menjadi tanggung jawab pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Wakil Ketua LPSK, Sri Nurherwati, menyampaikan bahwa pihaknya menghormati putusan hakim, namun perlu ada penegasan terkait perbedaan mendasar antara restitusi dan santunan. "Saya kira LPSK menghormati putusan hakim. Tetapi memang ada beberapa hal yang perlu kami tekankan. Restitusi ini kan memang hak korban yang menjadi tanggung jawab pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," ujarnya di Pengadilan Militer, Jakarta, pada Selasa (25/3/2025).
Perbedaan Esensial Restitusi dan Santunan
Sri Nurherwati menyoroti pertimbangan hakim yang menyebutkan bahwa keluarga korban telah menerima santunan dari satuan tempat ketiga oknum TNI bertugas. Menurutnya, santunan dan restitusi adalah dua hal yang berbeda dan tidak bisa saling menggantikan.
"Tadi disampaikan pertimbangan kenapa restitusi tidak dikabulkan, di antaranya karena para keluarga sudah mendapatkan santunan, sehingga ini sangat berbeda dengan makna restitusi," jelasnya.
LPSK menjelaskan bahwa restitusi merupakan hak korban tindak pidana sebagai kompensasi atas penderitaan yang dialami. Restitusi seharusnya dihitung dan dibayarkan sebagai bentuk tanggung jawab pelaku atas perbuatannya, sekaligus memberikan efek jera.
"Restitusi itu kan sebenarnya hak dari korban akibat penderitaan yang diakibatkan oleh tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku. Sementara itu, santunan ini kan berkaitan dengan dukacita, kemudian rasa sakit, sehingga memang kami berharap itu dipisahkan dibedakan. Sehingga tidak bisa itu kemudian dijadikan sebagai salah satu upaya untuk menghilangkan hak korban atas restitusi," tegas Sri.
Kesulitan Korban Memperoleh Restitusi
LPSK menyoroti kesulitan yang sering dialami korban tindak pidana dalam memperoleh hak restitusi. Pertimbangan situasi dan kondisi pelaku seringkali menjadi penghalang.
"Kedua, karena Terdakwa sudah dihukum maksimal, yaitu tadi hukuman seumur hidup dan pemecatan. Ini yang saya kira perlu dipertimbangkan kembali, karena memang selama ini korban sangat sulit, sangat minim untuk mendapatkan hak atas restitusi karena mempertimbangkan situasi dan kondisi pelaku," ungkapnya.
LPSK berpendapat bahwa perhitungan restitusi tetap perlu dilakukan, meskipun terdakwa mungkin tidak mampu membayar. Perhitungan tersebut menjadi bagian dari tanggung jawab pelaku dan bentuk kehadiran negara dalam menghitung kerugian korban.
"Sehingga semestinya hitung saja dulu kerugiannya restitusi yang harus dibayarkan. Kalau nanti ternyata terdakwanya tidak mampu membayar itu persoalan lain. Yang dimaksudkan di sini adalah negara hadir untuk mendengar berapa sih kerugian korban. Bagaimana tanggung jawab pelaku dan itu bagian dari efek jera," kata Sri.
Putusan Pengadilan dan Tuntutan Restitusi
Dalam kasus penembakan Ilyas Abdurrahman, tiga terdakwa, yaitu Kelasi Kepala Bambang Apri Atmojo, Sertu Akbar Adli, dan Sertu Rafsin Hermawan, telah dijatuhi hukuman. Bambang dan Akbar divonis penjara seumur hidup, sementara Rafsin dihukum 4 tahun.
Oditur militer sebelumnya mengajukan tuntutan restitusi kepada para terdakwa. Kelasi Kepala Bambang Apriatmodjo dituntut membayar restitusi sebesar Rp 299.633.500 kepada keluarga Ilyas Abdurrahman dan Rp 146.354.200 kepada korban luka, Ramli. Sertu Akbar Adli dan Sertu Rafsin Hermawan masing-masing dituntut membayar restitusi kepada keluarga Ilyas Abdurrahman sebesar Rp 147.133.500 dan kepada Ramli sebesar Rp 73.177.100.
Namun, majelis hakim Pengadilan Militer Jakarta menolak permohonan restitusi tersebut dengan beberapa alasan. Hakim berpendapat bahwa ada komponen yang tidak termasuk dalam restitusi yang diajukan, seperti pembayaran seluruh angsuran mobil rental. Selain itu, hakim menilai nilai restitusi yang diajukan didasarkan pada kompensasi korban terorisme, sementara kasus ini bukan tindak pidana terorisme.
Alasan Penolakan Restitusi oleh Hakim
Berikut beberapa alasan hakim menolak restitusi:
- Komponen yang diajukan tidak termasuk restitusi (e.g., angsuran mobil rental).
- Nilai restitusi didasarkan pada kompensasi korban terorisme.
- Terdakwa telah dijatuhi hukuman berat dan dipecat dari dinas militer.
- Terdakwa tidak memiliki kemampuan finansial untuk membayar restitusi.
- Keluarga korban telah menerima santunan dari satuan tempat terdakwa bertugas.
Hakim juga menyatakan bahwa ketiga terdakwa telah dijatuhi hukuman tambahan berupa pemecatan dari dinas militer, sehingga dinilai tidak memiliki kemampuan finansial untuk membayar restitusi. Selain itu, satuan tempat para terdakwa bertugas telah memberikan santunan kepada keluarga korban. Meskipun demikian, hakim membuka peluang bagi keluarga korban untuk menggugat persoalan restitusi melalui jalur perdata.