Tiga Kapal Indonesia Diamankan di Papua Nugini Akibat Pelanggaran Wilayah Perairan

Tiga Kapal Indonesia Diamankan di Papua Nugini Akibat Pelanggaran Wilayah Perairan

Merauke, Indonesia - Otoritas Papua Nugini (PNG), dengan dukungan patroli maritim Australia, telah menahan tiga kapal nelayan berbendera Indonesia pada Kamis, 13 Maret 2025. Penangkapan ini melibatkan total 40 anak buah kapal (ABK) dan terjadi setelah kapal-kapal tersebut diduga memasuki wilayah perairan PNG secara ilegal.

Menurut Laksamana Pertama TNI Joko Andriyanto, Komandan Lantamal XI Merauke, dua dari kapal yang ditangkap berasal dari Merauke, sementara kapal ketiga diidentifikasi sebagai kapal penangkap cumi-cumi yang beroperasi dari Pulau Jawa. Identifikasi asal kapal ketiga masih dalam tahap verifikasi lebih lanjut.

"Saat ini, kapal-kapal tersebut sedang menjalani proses pemeriksaan intensif," ujar Laksamana Pertama TNI Joko Andriyanto pada hari Selasa, 25 Maret 2025. "Setelah masa karantina selesai, National Fisheries Authority (NFA) PNG akan melakukan inspeksi mendalam."

Laksamana Pertama TNI Joko Andriyanto juga menyoroti bahwa kapal-kapal tersebut tidak melaporkan keberangkatan mereka ke Pos TNI AL Torasi sebelum berlayar, sebuah prosedur standar yang diabaikan. Detail mengenai jumlah ABK masing-masing kapal adalah sebagai berikut:

  • KMN Akifa 01: 8 ABK
  • KMN Bintang Samudra 02: 6 ABK
  • KM Eka Jaya: 26 ABK

Rekianus Samkakai, Kepala Badan Pengelolaan Perbatasan Daerah Kabupaten Merauke, menyatakan bahwa pihaknya belum menerima laporan resmi dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di PNG mengenai insiden ini. Informasi yang ada saat ini masih bersumber dari laporan yang diterima dari nelayan setempat.

Ketua DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Papua Selatan, Taufik Latarissa, menegaskan bahwa HNSI telah menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus ini kepada instansi terkait, termasuk Badan Pengelolaan Perbatasan Daerah, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Luar Negeri. Koordinasi dengan KBRI di PNG menjadi prioritas untuk memastikan perlindungan dan pendampingan bagi para ABK yang ditahan.

Menyikapi kejadian ini, Danlantamal XI mengimbau seluruh nelayan, khususnya yang beroperasi di wilayah Papua Selatan, untuk selalu mematuhi prosedur pelayaran yang berlaku, termasuk membawa peta laut elektronik (GPS) dan peralatan navigasi lainnya. Hal ini penting untuk mencegah pelanggaran batas wilayah perairan negara lain yang tidak disengaja. Beliau juga menekankan pentingnya penggunaan radio komunikasi untuk memantau dan melaporkan posisi kapal secara berkala.

"Di lautan, batas negara tidak selalu terlihat dengan jelas. Oleh karena itu, sangat penting bagi nelayan untuk melengkapi diri dengan peta laut dan GPS agar tidak memasuki wilayah negara lain tanpa disadari," tegasnya.

Saat ini, Pemerintah Indonesia melalui Atase Pertahanan di PNG terus berupaya menjalin komunikasi intensif dengan otoritas setempat untuk memantau perkembangan kasus dan memastikan kesejahteraan para ABK yang ditahan. Setelah proses pemeriksaan oleh NFA selesai, KBRI akan diberikan akses untuk memberikan pendampingan hukum dan bantuan konsuler kepada para ABK.

Insiden ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh nelayan Indonesia untuk meningkatkan kesadaran dan kehati-hatian dalam beraktivitas di perairan internasional. Kepatuhan terhadap regulasi dan prosedur pelayaran yang berlaku adalah kunci untuk menghindari masalah hukum dan melindungi keselamatan diri serta kru kapal.