Aset Bank Syariah Tumbuh Signifikan, Namun Akses Jadi Kendala Utama

Pertumbuhan Aset Bank Syariah Lebih Tinggi Dibandingkan Bank Konvensional, Namun Aksesibilitas Jadi Tantangan

Jakarta, [Tanggal Hari Ini] – Pertumbuhan sektor perbankan syariah di Indonesia menunjukkan tren positif, namun masih menghadapi sejumlah tantangan signifikan, terutama dalam hal aksesibilitas. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, mengungkapkan bahwa meskipun aset perbankan syariah tumbuh lebih tinggi dibandingkan perbankan konvensional, isu pemerataan akses menjadi penghambat utama dalam memaksimalkan potensi pertumbuhan tersebut. Padahal, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan produk-produk keuangan syariah yang inovatif, mengingat mayoritas penduduknya adalah muslim.

Data Pertumbuhan Aset dan Pembiayaan

Data terbaru dari OJK menunjukkan pertumbuhan yang menggembirakan di sektor perbankan syariah pada Januari 2025. Aset perbankan syariah tercatat tumbuh sebesar 9,17% year-on-year (yoy), mencapai Rp 948,2 triliun, dengan pangsa pasar sebesar 7,5%. Penyaluran pembiayaan juga mengalami pertumbuhan positif, mencapai Rp 639,1 triliun atau tumbuh 9,77% yoy. Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun mencapai Rp 737,4 triliun, tumbuh 9,85% yoy.

Sebagai perbandingan, aset Bank Umum tumbuh 6,34% yoy menjadi Rp 12.410,7 triliun, pertumbuhan kredit sebesar 10,27% yoy menjadi Rp 7.782,2 triliun, dan DPK tumbuh sebesar 5,51% yoy menjadi Rp 8.879,3 triliun.

Tantangan dan Solusi

Mahendra Siregar menyoroti beberapa tantangan utama yang menghambat pertumbuhan perbankan syariah yang lebih optimal:

  • Akses yang Belum Merata: Keterbatasan akses menjadi kendala utama bagi masyarakat untuk memanfaatkan layanan perbankan syariah. Hal ini bukan hanya masalah kecepatan pertumbuhan masing-masing bank syariah, tetapi juga kurangnya jangkauan layanan.
  • Pengembangan Produk yang Terbatas: Pengembangan dan diferensiasi produk perbankan syariah masih terbatas, cenderung meniru produk keuangan konvensional. Minimnya diferensiasi menjadi salah satu tantangan yang perlu diatasi.
  • Sumber Daya Insani: Kualitas sumber daya insani di sektor perbankan syariah juga menjadi perhatian. Peningkatan kompetensi dan profesionalisme SDM sangat penting untuk mendorong inovasi dan pertumbuhan.
  • Keterbatasan Modal: Keterbatasan modal menjadi hambatan bagi ekspansi bisnis perbankan syariah. Namun, Mahendra optimis bahwa masalah ini dapat diatasi dengan dorongan OJK untuk melakukan spin-off Unit Usaha Syariah (UUS) menjadi Bank Syariah.

Spin-Off UUS Sebagai Solusi

OJK terus mendorong pemisahan (spin-off) Unit Usaha Syariah (UUS) menjadi Bank Syariah penuh. Langkah ini diharapkan dapat mempercepat peningkatan modal yang diperlukan dan mendorong pertumbuhan yang lebih signifikan di sektor perbankan syariah. Dengan modal yang lebih besar, bank syariah akan memiliki kemampuan yang lebih baik untuk mengembangkan produk inovatif, memperluas jangkauan layanan, dan meningkatkan daya saing.

Kapitalisasi pasar syariah juga menjadi perhatian, dengan pertumbuhan sebesar 1,77%. Angka ini dinilai masih kecil dan perlu ditingkatkan melalui berbagai upaya.

Kesimpulan

Sektor perbankan syariah di Indonesia memiliki potensi besar untuk tumbuh dan memberikan kontribusi yang lebih signifikan terhadap perekonomian nasional. Meskipun pertumbuhan aset dan pembiayaan menunjukkan tren positif, tantangan seperti aksesibilitas, pengembangan produk, kualitas SDM, dan keterbatasan modal perlu segera diatasi. Dorongan OJK untuk melakukan spin-off UUS menjadi Bank Syariah diharapkan dapat menjadi solusi untuk mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan daya saing perbankan syariah di Indonesia.