Kejati Bali Endus Praktik Gratifikasi Perizinan: Pengusaha Enggan Bersaksi Akibat Ketakutan
Kejaksaan Tinggi Bali Usut Dugaan Gratifikasi dalam Perizinan di Berbagai Sektor
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali tengah menyelidiki dugaan praktik gratifikasi yang melibatkan perizinan pembangunan di berbagai sektor, termasuk restoran, rumah sakit, dan minimarket. Pengungkapan ini bermula dari penanganan kasus korupsi proyek rumah subsidi di Kabupaten Buleleng, yang menyeret dua tersangka dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) serta Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR).
Kepala Kejati Bali, Ketut Sumedana, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima banyak laporan terkait dugaan korupsi dalam perizinan. Nilai gratifikasi untuk setiap perizinan bahkan bisa mencapai Rp 80 juta. Namun, kendala utama yang dihadapi adalah minimnya saksi yang bersedia memberikan keterangan. Para pengusaha yang menjadi korban enggan melaporkan praktik ini karena khawatir bisnis mereka akan terhambat jika kasus tersebut diproses hukum.
"Laporannya banyak tapi membuktikannya sulit. Mereka (pengusaha) tidak ada yang lapor. Mereka takut tidak jalan usahanya. Sementara kami dengar ada sampai 80 juta satu perizinan itu," tegas Sumedana.
Imbauan Pencegahan Korupsi dan Ancaman Investasi
Sumedana mengimbau para pejabat di instansi terkait untuk meningkatkan upaya pencegahan korupsi di lingkungan kerja masing-masing. Ia menekankan bahwa praktik korupsi dalam pengurusan izin pembangunan dapat berdampak negatif terhadap iklim investasi di Bali. Investor menjadi enggan menanamkan modalnya jika proses perizinan tidak transparan dan sarat dengan praktik ilegal.
"Dari sini kita imbau jangan sampai ada lagi. Entar tiba-tiba ceklek (diperiksa penyidik), Kajati-nya kan senang begitu. Jadi, saya imbau agar berhenti," ujarnya.
Kasus Korupsi Rumah Subsidi di Buleleng Sebagai Pintu Masuk
Kasus korupsi yang menjerat Kepala Dinas PMPTSP Buleleng, IMK, menjadi pintu masuk bagi Kejati Bali untuk mengungkap praktik gratifikasi yang lebih luas. IMK ditahan atas dugaan pemerasan terhadap perusahaan pengembang perumahan subsidi sejak tahun 2019 hingga 2024, dengan total mencapai Rp 2 miliar. Pengembangan kasus ini kemudian menyeret staf Teknis Dinas PUTR Buleleng, NADK, sebagai tersangka.
NADK diduga menggunakan sertifikat Kompetensi Ahli (SKA) palsu untuk kajian teknis Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Ia menerima imbalan Rp 700.000 per surat PBG rumah subsidi dari perusahaan pengembang. Kasus ini menjadi bukti nyata bahwa praktik korupsi dalam perizinan telah merugikan banyak pihak dan menghambat pembangunan yang berkelanjutan.
Daftar Temuan Dugaan Gratifikasi Perizinan:
- Restoran
- Rumah Sakit
- Minimarket
Kejati Bali terus berupaya untuk mengumpulkan bukti-bukti yang kuat guna mengungkap jaringan korupsi perizinan yang lebih luas. Dukungan dari masyarakat dan pelaku usaha sangat dibutuhkan untuk memberantas praktik ilegal ini dan menciptakan iklim investasi yang sehat di Bali.