Dilema Orang Tua Saat Banjir: Antara Keamanan Anak dan Keinginan Bermain Air

Dilema Orang Tua Saat Banjir: Antara Keamanan Anak dan Keinginan Bermain Air

Banjir yang melanda kawasan Puri Kembangan, Jakarta Barat pada Rabu, 5 Maret 2025, menghadirkan dilema bagi sejumlah orang tua. Anak-anak yang melihat genangan air di Jalan Puri Kembangan, dengan ketinggian mencapai betis orang dewasa, tak kuasa menahan keinginan untuk bermain air. Hal ini memicu sebuah pergulatan batin bagi para orang tua, antara menjaga keselamatan anak dan memenuhi keinginan mereka untuk bermain. Salah satu contohnya adalah Azan (42), yang terpaksa menemani anaknya yang berusia 8 tahun bermain di genangan banjir, meskipun rumahnya sendiri terhindar dari genangan air.

Azan mengungkapkan bahwa putranya merengek meminta untuk bermain air banjir. Meskipun awalnya ia menolak khawatir anaknya akan hanyut, tangisan putranya akhirnya meluluhkan hatinya. "Dia minta. Dia bilang mau banjir-banjiran, saya bilang jangan deh takutnya hanyut doang gitu, udah nangis ya saya ajak," tutur Azan. Ia menambahkan bahwa rumahnya berada di tempat yang lebih tinggi, sehingga terhindar dari banjir. Keputusan Azan untuk menemani anaknya bermain di banjir juga didorong oleh rasa iba melihat anaknya yang tidak betah berdiam diri di rumah. "Saya juga nggak tega sama anak nggak betahan di rumah. Daripada berisik di rumah, saya bilang yaudah," imbuhnya. Azan menyadari bahwa anak-anak cenderung senang bermain air saat banjir, sebuah fenomena yang ia sendiri tidak nikmati. "Memang sering sih kalau ada banjir main. Biasanya kan kalau lagi banyak (banjir) juga senang banget main air. Tapi ini baru banjir lagi kan. Ya anaknya yang senang, saya mah nggak mau sebenarnya," ujarnya, mengungkapkan perasaannya yang campur aduk antara kewajiban sebagai orang tua dan ketidaksukaannya terhadap banjir.

Fenomena ini menggambarkan kompleksitas tantangan yang dihadapi orang tua dalam situasi darurat seperti banjir. Di satu sisi, mereka harus memastikan keselamatan anak-anak mereka, sementara di sisi lain mereka juga harus memahami dan merespon kebutuhan emosional anak-anak mereka. Keinginan anak-anak untuk bermain di air banjir, yang bagi mereka adalah sesuatu yang menyenangkan dan unik, berbenturan dengan potensi bahaya yang mengintai di balik genangan air tersebut. Hal ini menyoroti pentingnya peran orang tua dalam memberikan pengawasan yang ketat dan edukasi tentang bahaya bermain di genangan air banjir, sekaligus memenuhi kebutuhan emosional anak-anak selama masa darurat.

Situasi ini juga menggarisbawahi perlunya langkah-langkah pencegahan banjir yang lebih efektif dan komprehensif untuk meminimalisir dampak negatifnya bagi masyarakat, terutama bagi anak-anak yang rentan terhadap bahaya lingkungan. Perhatian terhadap keamanan anak-anak selama dan setelah bencana banjir harus menjadi prioritas utama dalam upaya penanggulangan bencana.

Peristiwa ini menjadi pengingat pentingnya keseimbangan antara melindungi anak dari bahaya dan memahami kebutuhan psikologis mereka, terutama dalam situasi yang tidak biasa seperti bencana alam. Peran orang tua dalam situasi ini sangat krusial dalam menentukan keselamatan dan kesejahteraan anak-anak mereka.