Evolusi THR: Antara Tradisi Tunai dan Dominasi Pembayaran Digital di Indonesia
Tradisi THR Tunai di Era Digital: Sebuah Paradoks?
Di tengah pesatnya perkembangan sistem pembayaran digital, tradisi pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dalam bentuk tunai di Indonesia masih tetap mengakar kuat. Fenomena ini menarik perhatian, terutama setelah sempat terjadinya gangguan pada aplikasi "PINTAR" Bank Indonesia (BI) yang digunakan untuk pendaftaran penukaran uang menjelang Idul Fitri.
Insiden ini, yang terjadi selama program Semarak Rupiah dan Berkah Idul Fitri (SERAMBI), menyoroti bahwa meskipun preferensi terhadap transaksi non-tunai meningkat, permintaan akan uang tunai, terutama untuk THR, tetap signifikan.
SERAMBI: Menjawab Kebutuhan Uang Tunai Saat Lebaran
SERAMBI merupakan agenda tahunan yang diadakan oleh BI untuk memenuhi kebutuhan uang tunai masyarakat, khususnya menjelang Hari Raya Idul Fitri. Pada tahun 2025, SERAMBI diadakan pada 3-27 Maret, dengan nilai paket penukaran maksimal Rp 4,3 juta, meningkat dari Rp 4 juta pada tahun sebelumnya. Program ini membuktikan komitmen BI dalam menyediakan uang tunai yang layak edar, meskipun opsi pembayaran non-tunai semakin populer.
Akar Budaya THR Tunai
Mengapa THR tunai masih menjadi pilihan utama bagi sebagian masyarakat? Menurut Djoko Adi Prasetyo, seorang pakar Antropologi dari Universitas Airlangga, budaya THR adalah hasil akulturasi budaya Indonesia dengan tradisi Timur Tengah, yang kemudian berkembang sebagai bentuk sedekah dalam ajaran Islam. Tradisi ini berlanjut hingga abad ke-16 hingga 18, pada masa Kerajaan Mataram, di mana para raja dan bangsawan memberikan "uang baru" kepada pengikutnya saat Idul Fitri. Kemudian, pada era Kabinet Soekiman Wirjosandjojo, pemberian THR secara resmi ditetapkan sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan aparatur negara.
Sejarah ini menunjukkan bahwa memberikan "uang baru" bukan sekadar tentang nilai nominal, tetapi juga tentang makna simbolis yang mendalam. Uang tunai, terutama yang baru, memberikan rasa kepuasan dan kenyamanan tersendiri bagi pemberi dan penerima THR.
Budaya Pemberian Uang Tunai di Berbagai Negara
Tradisi memberikan uang tunai sebagai hadiah juga ditemukan di berbagai negara lain. Di Jepang, terdapat tradisi otoshidama, di mana keluarga dan kerabat memberikan uang tunai kepada anak-anak saat perayaan Tahun Baru. Tradisi ini diyakini terkait dengan kepercayaan Shinto. Sementara itu, dalam perayaan Tahun Baru Imlek, terdapat tradisi pemberian angpao dalam amplop merah (red envelopes), yang dilakukan oleh komunitas Tionghoa di seluruh dunia.
Sama seperti THR di Indonesia, otoshidama dan angpao juga meningkatkan permintaan akan uang tunai. Bahkan, People's Bank of China (PBOC) pernah melakukan injeksi uang tunai dalam operasi pasar terbuka mereka menjelang Tahun Baru Imlek, mencatat rekor tertinggi sejak 2004.
THR Non-Tunai: Mungkinkah?
Seiring dengan perkembangan sistem pembayaran non-tunai, muncul pertanyaan, mungkinkah THR diberikan secara non-tunai? Sebenarnya, esensi dari THR, otoshidama, dan angpao bukanlah uang itu sendiri, melainkan makna di balik perayaan budaya tersebut. Oleh karena itu, perubahan mekanisme menjadi non-tunai seharusnya tidak mengubah makna pemberian uang.
Namun, kebiasaan memberikan uang tunai telah mengakar kuat, sehingga sulit untuk diubah. Selain itu, secara psikologis, THR dalam bentuk uang tunai, terutama yang baru, memberikan efek yang berbeda dibandingkan dengan non-tunai. Meskipun demikian, inovasi seperti layanan otoshidama digital oleh PayPay di Jepang menunjukkan bahwa perubahan itu mungkin.
Arah Kebijakan Sistem Pembayaran di Indonesia
Kebijakan sistem pembayaran BI saat ini masih mengakomodasi baik transaksi tunai maupun non-tunai. Perkembangan sistem pembayaran non-tunai merupakan bentuk adaptasi terhadap perubahan zaman. BI tidak membatasi pemberian THR secara tunai atau non-tunai, karena menyadari nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Kehadiran layanan SERAMBI adalah bukti komitmen BI dalam menjamin ketersediaan uang Rupiah yang layak edar, meskipun opsi non-tunai sudah tersedia luas.
Pada akhirnya, preferensi masyarakatlah yang akan menentukan arah evolusi THR. Seiring dengan manfaat yang ditawarkan oleh sistem pembayaran non-tunai, bukan tidak mungkin preferensi masyarakat akan bergeser ke arah non-tunai. Peluncuran fitur khusus pembayaran THR dalam platform pembayaran, seperti yang dilakukan di Jepang dan China, dapat menjadi referensi untuk menjaga makna dan nuansa pemberian THR.
Perubahan kebiasaan memang membutuhkan waktu, tetapi di era digitalisasi, hal ini adalah proses yang tak terhindarkan, termasuk dalam hal pemberian THR di masa depan.
- SERAMBI: Semarak Rupiah dan Berkah Idul Fitri
- PBOC: People's Bank of China