THR Ojol Samarinda: Insentif Bervariasi Berdasarkan Tingkat Aktivitas, Beberapa Pengemudi Mengeluh

THR Ojol Samarinda: Insentif Bervariasi Berdasarkan Tingkat Aktivitas, Beberapa Pengemudi Mengeluh

Samarinda – Pembagian Tunjangan Hari Raya (THR) atau Bonus Hari Raya (BHR) bagi mitra pengemudi ojek online (ojol) di Samarinda memicu beragam reaksi. Sistem pembagian yang didasarkan pada tingkat aktivitas pengemudi sepanjang tahun menyebabkan disparitas nominal THR yang diterima. Sebagian pengemudi merasa puas dengan insentif yang diterima, sementara yang lain menyuarakan kekecewaan karena menganggap nominal THR tidak sepadan dengan jerih payah mereka.

Seorang pengemudi ojol bernama Anshari mengungkapkan kepuasannya setelah menerima BHR sebesar Rp 900.000. Ia menjelaskan bahwa nominal tersebut sesuai dengan kategori Mitra Utama, yang mensyaratkan minimal 25 hari kerja per bulan, 200 jam online, dan tingkat penyelesaian order minimal 90 persen selama periode Maret 2024 hingga Februari 2025. Anshari menekankan bahwa konsistensi dalam bekerja menjadi kunci untuk mendapatkan THR maksimal.

"Saya dapat Rp 900.000 karena memang kerja setiap hari. Rata-rata yang hanya dapat Rp 50.000 itu jam aktifnya kurang," ujar Anshari.

Namun, tidak semua pengemudi bernasib sama. April, seorang mitra ojol lainnya, mengaku hanya menerima BHR sebesar Rp 50.000. Ia mengakui bahwa dirinya sempat tidak aktif selama beberapa bulan dan baru kembali aktif menjelang Ramadan. Hal ini berdampak pada kategori yang ia peroleh, yaitu Mitra Harapan, yang merupakan kategori terendah.

"Saya memang beberapa bulan terakhir sempat tidak aktif. Baru pas Ramadan ini mulai sering narik lagi," kata April.

Kategori dan Nominal THR Ojol di Samarinda:

Sistem pembagian THR ojol di Samarinda dibagi ke dalam lima kategori, masing-masing dengan persyaratan dan nominal yang berbeda:

  • Mitra Utama: Rp 900.000 (Minimal 25 hari kerja per bulan, 200 jam online, dan tingkat penyelesaian order minimal 90 persen)
  • Mitra Juara: Rp 450.000
  • Mitra Unggulan: Rp 200.000
  • Mitra Andalan: Rp 100.000
  • Mitra Harapan: Rp 50.000

Anshari menambahkan bahwa beberapa pengemudi yang mengeluh hanya menerima Rp 50.000 kemungkinan memiliki riwayat pembatalan pesanan atau hanya aktif pada waktu-waktu tertentu. Faktor-faktor ini dapat memengaruhi kategori yang diperoleh dan pada akhirnya memengaruhi nominal THR yang diterima.

"Kadang ada yang bilang aktif tapi cuma dapat Rp 50.000, bisa jadi sering cancel order atau hanya konsisten di bulan puasa saja," jelas Anshari.

Perbedaan pandangan terkait pembagian THR ini mencerminkan kompleksitas sistem insentif bagi mitra ojol. Meskipun sistem ini bertujuan untuk memberikan penghargaan kepada pengemudi yang paling aktif dan berkinerja baik, namun di sisi lain juga menimbulkan kekecewaan bagi mereka yang merasa kurang memenuhi syarat atau memiliki kendala dalam memenuhi target yang ditetapkan. Isu ini menggarisbawahi perlunya komunikasi yang lebih baik antara perusahaan ojol dan mitra pengemudi, serta evaluasi berkala terhadap sistem insentif agar lebih adil dan transparan.

Lebih lanjut, beberapa pengamat transportasi online menyoroti bahwa sistem pembagian THR yang didasarkan pada algoritma dan metrik tertentu dapat mengabaikan faktor-faktor eksternal yang memengaruhi kinerja pengemudi, seperti kondisi lalu lintas, cuaca buruk, atau masalah teknis pada aplikasi. Oleh karena itu, perusahaan ojol diharapkan dapat mempertimbangkan faktor-faktor ini dalam menentukan kategori dan nominal THR yang diberikan.

Selain itu, penting bagi perusahaan ojol untuk memberikan edukasi dan sosialisasi yang memadai kepada mitra pengemudi mengenai sistem pembagian THR, termasuk kriteria yang digunakan untuk menentukan kategori dan cara meningkatkan kinerja agar dapat memperoleh THR yang lebih besar. Dengan demikian, diharapkan tidak ada lagi kesalahpahaman atau kekecewaan di kalangan mitra pengemudi terkait pembagian THR.

Isu THR ojol ini juga menyoroti pentingnya perlindungan sosial bagi pekerja sektor informal, termasuk mitra pengemudi ojol. Pemerintah dan pemangku kepentingan terkait perlu mencari solusi untuk memberikan jaminan sosial yang lebih baik bagi para pekerja ini, termasuk akses terhadap layanan kesehatan, asuransi, dan program pensiun. Dengan demikian, diharapkan para pekerja sektor informal dapat memiliki kehidupan yang lebih sejahtera dan terlindungi.