Korupsi Kasus Robot Trading Fahrenheit: Jaksa dan Kuasa Hukum Korban Terjerat Kasus Penipuan Rp 23,2 Miliar

Korupsi Kasus Robot Trading Fahrenheit: Jaksa dan Kuasa Hukum Korban Terjerat Kasus Penipuan Rp 23,2 Miliar

Kasus Robot Trading Fahrenheit yang telah menjerat banyak korban kini berbuntut panjang dengan terungkapnya aksi korupsi yang melibatkan mantan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, Azam Akhmad Akhsya. Azam, bersama dua kuasa hukum korban, BG dan OS, diduga telah melakukan penyalahgunaan dana barang bukti senilai Rp 23,2 miliar yang seharusnya dikembalikan kepada para korban penipuan investasi bodong tersebut. Penyelidikan yang dilakukan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mengungkap skandal ini setelah adanya laporan dan investigasi mendalam.

Penangkapan Azam dan penetapannya sebagai tersangka pada Kamis, 27 Februari 2025, menjadi titik kulminasi dari rangkaian penyelidikan yang kompleks. Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta, Patris Yusrian Jaya, menjelaskan bahwa Azam telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan cara memanipulasi proses pengembalian dana barang bukti kepada para korban. Modus operandi yang digunakan sangat terencana dan melibatkan kesepakatan jahat antara Azam, BG, dan OS untuk berbagi hasil dari uang yang ditilep.

Kronologi Penipuan dan Korupsi:

  • Kasus Robot Trading Fahrenheit: Kasus investasi bodong Robot Trading Fahrenheit dimulai dengan laporan-laporan ke Bareskrim Polri pada tahun 2022. Salah satu korban yang terkenal, aktor Chris Ryan, melaporkan kerugian hingga Rp 5 triliun akibat penipuan ini. Platform Fahrenheit sendiri telah diblokir oleh Satgas Waspada Investasi (SWI) dan Bappebti sejak Desember 2021.
  • Peran Azam sebagai JPU: Azam, sebagai JPU Kejari Jakarta Barat, bertanggung jawab untuk mengembalikan dana barang bukti senilai Rp 61,4 miliar kepada kurang lebih 1.500 korban. Namun, ia malah bekerja sama dengan BG dan OS untuk mengalihkan sebagian besar dana tersebut.
  • Manipulasi Dana: Ketiga tersangka secara sistematis memanipulasi proses pengembalian dana. Rincian manipulasi tersebut meliputi pembagian uang yang seharusnya dikembalikan kepada korban. Sekitar Rp 17 miliar dibagi antara Azam dan OS, masing-masing menerima Rp 8,5 miliar. Kemudian, dalam transaksi selanjutnya, Rp 38 miliar dimanipulasi menjadi Rp 6 miliar dan dibagi antara Azam dan BG. Akibatnya, korban hanya menerima sekitar Rp 38,2 miliar dari total dana barang bukti.
  • Penggunaan Dana: Azam menggunakan uang hasil korupsinya untuk kepentingan pribadi, termasuk membeli aset dan mentransfer sebagian ke rekening istrinya. Setelah kasus ini terungkap, Azam dimutasi menjadi Kasi Intel di Kejaksaan Negeri Landak, Kalimantan Barat.
  • Tersangka dan Pasal yang Dikenakan: Azam dijerat dengan Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 Huruf e, Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara itu, BG dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a, huruf b, dan Pasal 13 undang-undang yang sama.

Kasus ini menggambarkan betapa seriusnya dampak penipuan investasi bodong dan betapa pentingnya pengawasan dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum. Kejadian ini juga menyoroti pentingnya integritas dan kejujuran para penegak hukum dalam menjalankan tugasnya. Proses hukum selanjutnya akan menentukan hukuman yang akan dijatuhkan kepada para tersangka dan diharapkan dapat memberikan keadilan bagi para korban.