RUU KUHAP: Pembatasan Penggeledahan oleh Penyidik pada Area Sensitif yang Dikuatkan

markdown Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) tengah menggodok revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sebuah langkah signifikan dalam memperbarui sistem hukum pidana di Indonesia. Salah satu poin krusial dalam draf revisi KUHAP ini adalah pembatasan kewenangan penyidik dalam melakukan penggeledahan di lokasi-lokasi tertentu yang dianggap sensitif dan vital bagi keberlangsungan proses demokrasi, keagamaan, dan peradilan.

Berdasarkan draf Rancangan KUHAP (RKUHAP) yang diperoleh, Pasal 108 secara eksplisit melarang penyidik untuk melakukan penggeledahan di tiga lokasi spesifik, yaitu:

  • Ruang Sidang Lembaga Legislatif: Ruangan yang sedang digunakan untuk sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
  • Tempat Ibadah dan Upacara Keagamaan: Area yang sedang digunakan untuk ibadah dan/atau upacara keagamaan dari berbagai kepercayaan yang diakui di Indonesia.
  • Ruang Sidang Pengadilan: Ruangan yang sedang digunakan untuk proses persidangan di pengadilan.

Larangan ini bukanlah sesuatu yang sepenuhnya baru dalam sistem hukum pidana Indonesia. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berlaku saat ini juga memuat larangan serupa, namun dengan formulasi yang lebih umum. Pasal 35 KUHAP yang berlaku saat ini menyatakan bahwa, kecuali dalam keadaan tertangkap tangan, penyidik tidak diperkenankan memasuki ketiga lokasi tersebut.

Perbedaan signifikan antara KUHAP yang berlaku saat ini dan RKUHAP terletak pada tingkat detail dan penekanan pada larangan penggeledahan. RKUHAP secara spesifik melarang penggeledahan, sementara KUHAP yang berlaku hanya melarang penyidik untuk "memasuki" lokasi-lokasi tersebut. Hal ini memberikan penegasan yang lebih kuat mengenai batasan kewenangan penyidik dan memberikan perlindungan yang lebih jelas terhadap kegiatan yang berlangsung di lokasi-lokasi tersebut.

Alasan di balik pembatasan ini sangat jelas: untuk melindungi independensi lembaga legislatif, kebebasan beragama, dan integritas proses peradilan. Penggeledahan di tengah-tengah sidang lembaga legislatif dapat mengganggu jalannya proses pembuatan undang-undang dan representasi rakyat. Penggeledahan di tempat ibadah dapat melanggar kebebasan beragama dan meresahkan umat beragama. Penggeledahan di ruang sidang pengadilan dapat mengganggu jalannya proses peradilan dan merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum.

Revisi KUHAP ini diharapkan dapat memperkuat perlindungan terhadap hak-hak dasar warga negara dan memastikan bahwa proses penegakan hukum dilakukan dengan menghormati prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan kebebasan. Pembatasan kewenangan penyidik dalam melakukan penggeledahan di lokasi-lokasi sensitif ini adalah salah satu langkah penting dalam mewujudkan tujuan tersebut.

Dengan adanya revisi ini, diharapkan tercipta keseimbangan antara kebutuhan untuk menegakkan hukum dan melindungi hak-hak individu serta lembaga-lembaga penting dalam negara hukum. Revisi KUHAP ini juga menjadi momentum penting untuk terus menyempurnakan sistem hukum pidana Indonesia agar semakin responsif terhadap perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.