Ojek Online Yogyakarta Keluhkan Target Bonus Hari Raya yang Memberatkan di Tengah Penurunan Order
Yogyakarta: Pengemudi Ojek Online Tercekik Target BHR di Tengah Sepinya Order
Yogyakarta, kota yang dikenal dengan keramahannya, kini menyimpan keluh kesah para pengemudi ojek online (ojol). Harapan untuk meraup bonus hari raya (BHR) dari platform penyedia jasa transportasi daring, ternyata tidak semanis yang dibayangkan. Target yang dianggap terlalu tinggi, ditambah dengan penurunan jumlah orderan sejak awal tahun, membuat para pengemudi ojol di Yogyakarta merasa tercekik.
Febri, salah seorang pengemudi ojol yang telah lama beroperasi di Yogyakarta, mengungkapkan kekecewaannya terhadap sistem BHR yang diterapkan. Menurutnya, untuk mencapai tingkatan tertinggi, yaitu "Jawara", seorang pengemudi harus menyelesaikan 400 trip dengan tingkat penyelesaian 90% dan aktif online selama 24 hari. Sebuah target yang terasa sangat berat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang sedang lesu.
"Dulu sebelum Januari 2025, saya masih bisa sering mencapai target Jawara. Tapi sekarang, setelah Januari, sulit sekali. Mungkin karena memang orderan sedang sepi. Sekarang dapat 250 trip saja sudah bagus," keluh Febri. Ia juga membandingkan dengan kota-kota lain.
- Magelang: 300 trip untuk kategori Jawara
- Solo: 250 trip untuk kategori Jawara
"Sepertinya di seluruh Indonesia, Yogyakarta ini yang paling berat untuk mencapai 400 trip Jawara," imbuhnya.
Kategori lain yang tersedia adalah "Ksatria", dengan target minimal 250 trip. Febri mengaku dirinya baru saja menerima BHR sebesar Rp 100.000 karena mencapai kategori Ksatria. Meskipun bersyukur, ia menyayangkan perbedaan standar yang diterapkan di berbagai kota. "Di Jakarta, 250 trip itu bisa dapat Jawara. Tiap kota memang beda-beda," jelasnya.
Keluhan serupa juga datang dari Sulaiman Hadi, pengemudi ojol lainnya. Ia mengaku telah menerima BHR sebesar Rp 50.000. "Sudah terima Rp 50.000. Saya tidak tahu syaratnya, tiba-tiba masuk ke rekening," ujarnya. Namun, ia juga merasakan dampak dari penurunan jumlah penumpang. "Sepi banget sekarang. Aplikasi juga sudah banyak," keluhnya. Sulaiman hanya mendapatkan 3 hingga 4 penumpang setiap harinya. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan, mengingat kebutuhan hidup yang semakin meningkat.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan, apakah target BHR yang ditetapkan oleh platform ojek online sudah realistis dan mempertimbangkan kondisi ekonomi lokal? Atau justru memberatkan para pengemudi yang berjuang mencari nafkah di tengah persaingan yang semakin ketat?
Para pengemudi ojol di Yogyakarta berharap agar pihak platform dapat meninjau kembali sistem BHR yang ada, dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan jumlah orderan di masing-masing daerah. Dengan demikian, BHR tidak hanya menjadi iming-iming semata, tetapi benar-benar dapat dirasakan manfaatnya oleh para pengemudi yang telah berjuang memberikan pelayanan kepada masyarakat.