Mantan Kakanwil DJP Jakarta Khusus Tersangka Gratifikasi: KPK Dalami Aliran Dana Pasca-Penonaktifan
Mantan Kakanwil DJP Jakarta Khusus Tersangka Gratifikasi: KPK Dalami Aliran Dana Pasca-Penonaktifan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Mohamad Haniv, mantan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kakanwil DJP) Jakarta Khusus, sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi senilai Rp 21,5 miliar. Kasus ini menarik perhatian publik karena periode penerimaan gratifikasi, yang berlangsung dari tahun 2013 hingga 2022, sebagian besar terjadi setelah Haniv berhenti menjabat sebagai pegawai DJP pada tahun 2019. Hal ini memicu pertanyaan mendalam mengenai bagaimana aliran dana gratifikasi tersebut masih dapat berlanjut meskipun yang bersangkutan telah meninggalkan jabatannya di lingkungan Kementerian Keuangan.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menjelaskan bahwa penyidik saat ini tengah mendalami kemungkinan aliran dana tersebut. "Iya, makanya itu tidak menutup kemungkinan meskipun dia sudah berhenti tapi masih ada aliran. Itu sedang didalami sama penyidik. Nanti akan menjadi semua terang manakala sudah ada tindakan lebih lanjut," ujar Setyo di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Rabu (5/3/2025). Proses penyelidikan ini diharapkan dapat mengungkap secara rinci mekanisme dan pihak-pihak yang terlibat dalam aliran dana tersebut setelah Haniv tidak lagi berstatus sebagai pejabat pajak.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, telah mengkonfirmasi bahwa Haniv memang bukan lagi pegawai DJP sejak tahun 2019. Kendati demikian, KPK telah menetapkan Haniv sebagai tersangka berdasarkan bukti-bukti yang menguatkan dugaan penerimaan gratifikasi tersebut, baik yang berhubungan dengan jabatannya maupun pasca-penonaktifannya. Bukti-bukti tersebut, yang mencakup email permintaan bantuan modal kepada beberapa wajib pajak, menunjukkan adanya dugaan penyalahgunaan jabatan dan jejaring untuk kepentingan pribadi, khususnya untuk membiayai bisnis fashion anaknya.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa KPK telah mengidentifikasi penerimaan gratifikasi sebesar Rp 804 juta yang digunakan untuk mendukung bisnis fashion anak Haniv. Namun, jumlah total gratifikasi yang diterima Haniv mencapai belasan miliar rupiah. Sumber dana belasan miliar tersebut masih dalam proses penyelidikan dan belum dapat dijelaskan oleh yang bersangkutan. KPK menduga kuat adanya hubungan antara jabatan Haniv dan penerimaan gratifikasi tersebut, bahkan hingga setelah masa jabatannya berakhir. Atas perbuatannya, Haniv dijerat dengan Pasal 12 B UU Pemberantasan Korupsi.
Meskipun KPK belum dapat mengungkapkan detail terkait rencana pemanggilan Haniv untuk pemeriksaan lebih lanjut, Setyo Budiyanto menegaskan bahwa hal tersebut merupakan wewenang penyidik. Proses hukum akan terus berjalan untuk mengungkap seluruh jaringan dan aliran dana yang terkait dengan kasus ini, memastikan keadilan ditegakkan, dan memberikan efek jera bagi pelaku korupsi.
- Timeline penerimaan gratifikasi: 2013 - 2022
- Periode Jabatan Haniv sebagai Kakanwil DJP Jakarta Khusus: 2015-2018
- Total dugaan gratifikasi: Rp 21,5 miliar
- Gratifikasi untuk bisnis fashion anak: Rp 804 juta
- Pasal yang dilanggar: Pasal 12 B UU Pemberantasan Korupsi