Analisa BMKG: Banjir Parah Bekasi Akibat Hujan Ekstrem dan Aliran Hulu

Analisa BMKG: Banjir Parah Bekasi Akibat Hujan Ekstrem dan Aliran Hulu

Banjir besar yang melanda Kota Bekasi pada awal Maret 2025, yang menurut Wali Kota Tri Adhianto merupakan yang terparah dalam sejarah, telah dianalisis oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, memaparkan bahwa peristiwa ini merupakan hasil interaksi kompleks berbagai faktor hidrometeorologi, bukan semata-mata karena satu penyebab tunggal. Analisis BMKG menekankan dua faktor utama yang berkontribusi pada bencana ini: curah hujan ekstrem di wilayah Bekasi sendiri dan kontribusi signifikan dari aliran air dari wilayah hulu.

Curah Hujan Ekstrem: BMKG mencatat intensitas hujan sangat tinggi di wilayah Bekasi sejak Senin malam hingga Selasa dini hari, 3-4 Maret 2025. Hujan lebat ini tidak terjadi secara sporadis, melainkan diperkuat oleh beberapa faktor atmosferik. Aktivitas Gelombang Rossby Ekuator, yang diketahui memicu pertumbuhan awan hujan, memainkan peran penting. Selain itu, sirkulasi siklonik di Samudra Hindia menciptakan pertemuan dan perlambatan angin dari Sumatera tengah hingga Jawa barat, yang selanjutnya meningkatkan curah hujan di wilayah tersebut. Kondisi ini diperburuk oleh adanya belokan angin di sekitar Jakarta pada malam hingga dini hari tanggal 4 Maret, yang mengarahkan massa awan hujan ke wilayah Jabodetabek. Kombinasi faktor-faktor ini menghasilkan kondisi atmosfer yang labil dengan kelembapan tinggi, memicu terbentuknya Mesoscale Convective Complex (MCC), sistem awan konvektif berskala besar yang menghasilkan hujan intensitas tinggi dan berdurasi panjang.

Data BMKG menunjukkan variasi intensitas curah hujan di Jabodetabek pada periode tersebut. Curah hujan ekstrem, lebih dari 150 mm/hari, tercatat di Katulampa (232 mm), sementara di Bekasi berkisar antara 94 mm hingga 141 mm per hari – masuk kategori lebat hingga sangat lebat. Meskipun angka ini tinggi, BMKG menyoroti bahwa wilayah hulu mengalami curah hujan yang jauh lebih besar, meningkatkan potensi aliran air ke wilayah hilir, yakni Bekasi.

Aliran Air dari Hulu: Selain curah hujan lokal yang signifikan, Andri Ramdhani menegaskan bahwa aliran air dari daerah hulu yang menerima curah hujan lebih tinggi juga berperan penting dalam memperparah banjir Bekasi. Kombinasi curah hujan lokal dan pasokan air dari hulu mengakibatkan peningkatan debit air yang signifikan di wilayah tersebut, melampaui kapasitas drainase dan menyebabkan genangan yang meluas. Tujuh dari dua belas kecamatan di Kota Bekasi terdampak, meliputi Jatiasih, Bekasi Selatan, Bekasi Timur, Bekasi Utara, Bantar Gebang, Pondok Gede, dan Rawa Lumbu. Lima kecamatan lainnya, yaitu Jati Sampurna, Bekasi Barat, Medan Satria, Mustika Jaya, dan Pondok Melati, dilaporkan terbebas dari dampak banjir.

Kesimpulannya, banjir besar di Bekasi merupakan peristiwa kompleks yang diakibatkan oleh interaksi antara hujan ekstrem lokal dan kontribusi signifikan dari aliran air dari daerah hulu. Analisis BMKG ini menekankan pentingnya sistem peringatan dini yang lebih komprehensif dan manajemen pengelolaan daerah aliran sungai yang efektif untuk mitigasi bencana serupa di masa mendatang.