Polemik Bantuan Hari Raya Ojol: Antara Harapan dan Realita Nominal yang Dipertanyakan
Polemik terkait Bantuan Hari Raya (BHR) bagi pengemudi ojek online (ojol) kembali mencuat ke permukaan. Meskipun pemerintah melalui Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan No. M/3/HK.04.00/III/2025 telah mengimbau perusahaan aplikasi untuk memberikan BHR sebagai bentuk apresiasi dan peningkatan kesejahteraan bagi para mitra pengemudi, realitas di lapangan menunjukkan adanya disparitas antara harapan dan kenyataan.
Sejumlah pengemudi ojol mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap nominal BHR yang diterima, yang dianggap jauh dari kata layak dan tidak sesuai dengan kontribusi yang telah mereka berikan selama ini. Nadi, seorang pengemudi ojol yang beroperasi di wilayah Jakarta, bahkan secara tegas menyebut BHR yang diterimanya lebih mirip zakat daripada bonus hari raya. "Bilangnya 20 persen dari gaji bulanan dikali 12 bulan, tapi nyatanya cuma Rp 50.000. Itu mah bukan BHR, itu uang zakat," ujarnya dengan nada kecewa di sekitar Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (26/03/2025).
Kekecewaan serupa juga dirasakan oleh Hendro, seorang pengemudi ojol dari perusahaan aplikasi berwarna kuning. Ia mengaku iri melihat rekan-rekannya dari perusahaan lain yang mendapatkan BHR dengan nominal yang lebih besar. "Sedih saya. Saya jadi driver dari 2020 enggak dapet BHR. Bukan satu atau dua tahun doang loh. Saya aja belum dapat, apalagi yang lain," ungkapnya dengan nada getir. Hendro merasa bahwa loyalitas dan kerja kerasnya selama bertahun-tahun seolah tidak dihargai oleh perusahaan aplikasi tempatnya bernaung.
Edi, pengemudi ojol lainnya yang beroperasi di wilayah Tangerang Selatan, juga mengeluhkan nominal BHR yang terlalu kecil. Meskipun ia masih mendapatkan BHR sebesar Rp 50.000, uang tersebut dinilai tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang serba sulit. "Ya cukup buat beli bensin doang," keluhnya di depan Stasiun Jurang Mangu, Tangerang Selatan, Rabu (26/03/2025). Edi menambahkan bahwa BHR sebesar Rp 50.000 sangat cepat habis, apalagi jika digunakan untuk membeli kebutuhan pokok.
Berikut adalah poin-poin keluhan dari para pengemudi ojol:
- Nominal BHR yang terlalu kecil dan tidak sesuai dengan kontribusi mereka.
- Perhitungan BHR yang tidak transparan dan terkesan tidak adil.
- Ketidakmerataan pemberian BHR antar perusahaan aplikasi.
- BHR yang dianggap tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Nadi menambahkan ilustrasi, "Gocap beli bensin seliter juga abis kalo motor Nmax. Ya kan? Duit gocap dibawa emak-emak ke pasar juga dapet cabai doang sama telor. Atau beli takjil. Sehari juga abis," ucapnya menggambarkan betapa kecilnya nilai BHR tersebut.
Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan No. M/3/HK.04.00/III/2025 sebenarnya telah mengatur pemberian BHR sebagai bentuk perlindungan dan kesejahteraan bagi pengemudi ojol dan kurir online. Dalam edaran tersebut, dijelaskan bahwa BHR harus diberikan kepada seluruh mitra resmi terdaftar, dengan nominal yang dihitung berdasarkan 20 persen dari gaji bulanan dikali 12 bulan. Namun, implementasi di lapangan tampaknya belum sesuai dengan harapan, sehingga menimbulkan kekecewaan di kalangan pengemudi ojol. Kasus ini menjadi sorotan dan membuka ruang diskusi mengenai formula yang tepat untuk memberikan BHR yang adil dan proporsional bagi para pengemudi ojol, sehingga dapat benar-benar dirasakan manfaatnya sebagai bentuk apresiasi atas kerja keras mereka.
Kedepannya diharapkan ada transparansi dan komunikasi yang lebih baik antara perusahaan aplikasi dan mitra pengemudi terkait dengan perhitungan dan mekanisme pemberian BHR. Selain itu, perlu adanya pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah untuk memastikan bahwa perusahaan aplikasi mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan, sehingga hak-hak pengemudi ojol sebagai mitra kerja dapat terpenuhi dengan baik.