Pertamina Terpuruk: Kasus Korupsi dan Perbandingan Kinerja dengan Petronas
Pertamina Terpuruk: Kasus Korupsi dan Perbandingan Kinerja dengan Petronas
Dugaan korupsi di tubuh PT Pertamina (Persero) tengah menjadi sorotan tajam. Kejaksaan Agung telah menetapkan sejumlah petinggi perusahaan sebagai tersangka dalam kasus penggelembungan harga minyak mentah (crude) yang mengakibatkan kerugian negara mencapai angka fantastis. Besarnya kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 193,7 triliun untuk periode satu tahun saja (2018-2023), mengungkapkan sistem tata kelola yang bermasalah dalam perusahaan migas milik negara ini. Angka tersebut merupakan akumulasi dari berbagai dugaan penyelewengan, meliputi kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp 35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui broker sebesar Rp 2,7 triliun, kerugian akibat pemberian kompensasi mencapai Rp 126 triliun, dan kerugian akibat subsidi sebesar Rp 21 triliun. Skandal ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam manajemen Pertamina.
Ironisnya, kasus korupsi ini terjadi sementara perusahaan minyak nasional Malaysia, Petronas, yang berdiri jauh lebih muda (1974) justru menunjukkan kinerja yang jauh lebih baik, bahkan melampaui Pertamina dalam berbagai aspek. Meskipun Pertamina berdiri sejak tahun 1957, mewarisi aset minyak dari masa kolonial Belanda, kinerja keuangannya tidak sebanding dengan Petronas. Perbandingan data dari majalah Fortune Global 500 memperlihatkan perbedaan mencolok. Petronas, berada di peringkat ke-167, mencetak pendapatan sebesar 75,41 miliar dolar AS (sekitar Rp 1.231 triliun) pada tahun 2023 dan laba bersih mencapai 16,32 miliar dolar AS (sekitar Rp 266,45 triliun). Aset perusahaan mencapai angka yang sangat signifikan yaitu 168,47 miliar dolar AS (sekitar Rp 2.750,61 triliun).
Sementara itu, Pertamina, meskipun berada di peringkat 165 (dua tingkat di atas Petronas dari sisi pendapatan), menunjukkan kontras yang tajam. Pendapatan Pertamina memang sedikit lebih tinggi, yaitu 75,78 miliar dolar AS (sekitar Rp 1.237,33 triliun), namun labanya jauh lebih rendah, hanya mencapai 4,44 miliar dolar AS (sekitar Rp 72,48 triliun). Perbandingan ini menunjukkan bahwa laba Petronas tiga kali lipat lebih besar dibandingkan laba Pertamina. Fakta ini menimbulkan pertanyaan mendalam mengenai efisiensi, strategi bisnis, dan tata kelola perusahaan yang diterapkan oleh kedua perusahaan migas tersebut.
Perbedaan signifikan antara kedua perusahaan ini menunjukkan perlunya evaluasi mendalam terhadap manajemen dan strategi bisnis Pertamina. Kasus korupsi yang melibatkan petinggi perusahaan semakin memperparah situasi dan menjadi pukulan telak bagi reputasi Pertamina di mata dunia. Kejadian ini menuntut reformasi menyeluruh dalam tata kelola Pertamina untuk mengembalikan kepercayaan publik dan meningkatkan kinerja perusahaan agar mampu bersaing di kancah internasional dan memberikan kontribusi optimal bagi perekonomian nasional. Investigasi menyeluruh dan penegakan hukum yang tegas sangat diperlukan untuk mengungkap seluruh jaringan korupsi dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang. Selain itu, perlu dilakukan analisis komprehensif untuk mempelajari keberhasilan Petronas dalam mengelola perusahaan dan menerapkannya di Pertamina.
Berikut perbandingan Pertamina dan Petronas berdasarkan data Majalah Fortune:
Aspek | Petronas | Pertamina |
---|---|---|
Peringkat | 167 | 165 |
Pendapatan (USD) | 75,41 miliar | 75,78 miliar |
Laba (USD) | 16,32 miliar | 4,44 miliar |
Aset (USD) | 168,47 miliar | (Data tidak tersedia dalam berita) |