Polemik SKCK: Cak Imin Pertimbangkan Usulan Penghapusan di Tengah Kontroversi HAM

Polemik SKCK: Cak Imin Pertimbangkan Usulan Penghapusan di Tengah Kontroversi HAM

Jakarta - Wacana penghapusan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) kembali mencuat ke permukaan dan menjadi perdebatan hangat. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhaimin Iskandar, yang akrab disapa Cak Imin, menyatakan akan menelaah lebih lanjut usulan kontroversial ini. Pernyataan ini muncul di tengah sorotan tajam terkait potensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang mungkin ditimbulkan oleh keberadaan SKCK.

Saat ditemui di kantor DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada Rabu (26/3/2025), Cak Imin mengungkapkan bahwa dirinya akan mengkaji kembali urgensi penghapusan SKCK. Menurutnya, SKCK memiliki peran penting dalam membantu proses seleksi dan pengendalian, khususnya bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi rekam jejak seseorang.

"Ya nanti kita diskusikan lagi," ujar Cak Imin singkat, mengisyaratkan bahwa pembahasan mendalam akan segera dilakukan untuk menimbang segala aspek yang terkait dengan SKCK.

Pernyataan Cak Imin ini merupakan respons atas usulan yang diajukan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Kemenkumham secara resmi mengusulkan kepada Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk menghapuskan SKCK. Usulan ini didasarkan pada kajian yang mendalam dan pertimbangan bahwa SKCK berpotensi menjadi penghalang bagi pemenuhan hak asasi warga negara, terutama bagi mantan narapidana.

Direktur Jenderal HAM Kemenkumham, Nicholay Aprilindo, mengungkapkan bahwa Menteri Hukum dan HAM, Natalius Pigai, telah menandatangani surat usulan resmi kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Surat tersebut berisi argumentasi komprehensif yang didasarkan pada kajian akademis dan praktis.

"Alhamdulillah tadi Pak Menteri sudah menandatangani surat usulan kepada Kapolri untuk melakukan pencabutan SKCK dengan kajian yang kami telah lakukan secara akademis maupun secara praktis," kata Nicholay pada Jumat (21/3/2025), seperti dikutip dari Antara.

Kemenkumham menemukan fakta bahwa SKCK menjadi beban berat bagi mantan narapidana yang ingin kembali berintegrasi ke masyarakat. Kesulitan mendapatkan pekerjaan menjadi masalah utama yang dihadapi para mantan narapidana setelah bebas dari penjara. Stigma negatif yang melekat pada catatan kriminal mereka, yang tercantum dalam SKCK, membuat perusahaan atau penyedia lapangan kerja enggan menerima mereka.

Kondisi ini memaksa sebagian mantan narapidana untuk kembali melakukan tindak kriminalitas karena terdesak kebutuhan ekonomi dan merasa tidak memiliki pilihan lain. Kemenkumham berpendapat bahwa SKCK secara tidak langsung berkontribusi pada tingginya angka residivisme di Indonesia.

"Beberapa narapidana ini juga mengeluhkan betapa dengan dibebankannya SKCK itu, masa depan mereka sudah tertutup," jelas Nicholay.

Usulan penghapusan SKCK ini memicu pro dan kontra di kalangan masyarakat. Pihak yang mendukung berpendapat bahwa SKCK melanggar hak asasi manusia dan menghambat reintegrasi sosial mantan narapidana. Sementara itu, pihak yang menolak berpendapat bahwa SKCK penting untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membantu proses seleksi dalam berbagai bidang.

Berikut adalah beberapa poin penting yang menjadi dasar perdebatan mengenai SKCK:

  • Hak Asasi Manusia: Apakah SKCK melanggar hak mantan narapidana untuk mendapatkan pekerjaan dan kembali berintegrasi ke masyarakat?
  • Reintegrasi Sosial: Apakah SKCK menghambat upaya reintegrasi mantan narapidana ke masyarakat dan meningkatkan risiko residivisme?
  • Keamanan dan Ketertiban: Apakah SKCK efektif dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat?
  • Efektivitas Seleksi: Apakah SKCK benar-benar membantu proses seleksi dalam berbagai bidang, seperti rekrutmen karyawan atau penerimaan mahasiswa?
  • Alternatif SKCK: Apakah ada alternatif lain yang lebih efektif dan tidak melanggar hak asasi manusia untuk menggantikan peran SKCK?

Pemerintah, dalam hal ini Menko PMK Cak Imin, diharapkan dapat mengambil keputusan yang bijaksana dengan mempertimbangkan semua aspek yang terkait dengan SKCK, termasuk aspek hak asasi manusia, keamanan, ketertiban, dan reintegrasi sosial. Keputusan ini akan memiliki dampak yang signifikan bagi masyarakat Indonesia, khususnya bagi mantan narapidana yang ingin memulai hidup baru.