Puskapol UI Rekomendasikan Evaluasi Rekrutmen Caleg: Atasi Masalah 'Kutu Loncat' dan Minimnya Gagasan

Evaluasi Rekrutmen Kader Partai Politik: Usulan Puskapol UI untuk Pemilu yang Lebih Berkualitas

Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) menyerukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme rekrutmen kader partai politik dalam sistem proporsional terbuka. Rekomendasi ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi II DPR RI pada Rabu, 5 Maret 2025, sebagai respon terhadap permasalahan yang muncul dalam proses penjaringan calon legislatif (caleg). Puskapol UI menekankan urgensi evaluasi ini untuk mencegah maraknya caleg 'kutu loncat' – individu yang memanfaatkan sistem pemilu untuk kepentingan pribadi tanpa komitmen ideologis dan gagasan yang kuat untuk kepentingan rakyat.

Delia Wildianti, peneliti Puskapol UI, memaparkan bahwa sistem rekrutmen yang ada saat ini memungkinkan siapapun untuk mendaftar sebagai caleg dalam waktu yang relatif singkat menjelang pemilu. Hal ini berpotensi melahirkan caleg yang minim gagasan dan pemahaman terhadap permasalahan masyarakat. Menurutnya, proses seleksi yang lebih ketat dan sistematis, termasuk tahapan kaderisasi yang memadai di internal partai, mutlak diperlukan. Dengan demikian, diharapkan caleg yang terpilih benar-benar memiliki ideologi yang kuat, gagasan yang terkonsep dengan baik, serta komitmen untuk memperjuangkan kepentingan rakyat yang diwakilinya. "Seorang caleg idealnya telah melewati proses panjang kaderisasi dan rekrutmen internal partai. Dengan begitu, kita dapat meminimalisir munculnya caleg 'kutu loncat' yang hanya mengejar ambisi pribadi tanpa memiliki visi dan misi yang jelas," tegas Delia.

Selain itu, Puskapol UI juga menyoroti pentingnya transparansi data calon legislatif. Saat ini, caleg memiliki pilihan untuk menampilkan atau menyembunyikan data diri (curriculum vitae) di sistem Komisi Pemilihan Umum (KPU). Puskapol UI mendorong agar seluruh data publik calon legislatif ditampilkan secara terbuka, selama tidak melanggar aturan perlindungan data pribadi. Keterbukaan informasi ini, menurut Delia, merupakan bagian integral dari prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam sistem proporsional terbuka, yang bertujuan agar pemilih dapat membuat pilihan yang informatif dan terbebas dari manipulasi.

Lebih lanjut, Puskapol UI merekomendasikan DPR untuk mempertimbangkan sistem proporsional campuran sebagai alternatif. Sistem proporsional terbuka, menurut analisis Puskapol UI, memiliki kelemahan berupa personalisasi politik yang ekstrim, potensi pemborosan anggaran, dan rawan politik uang. Sementara itu, sistem proporsional tertutup dianggap kurang representatif dan berpotensi menimbulkan ketidaktransparanan karena penentuan calon sepenuhnya berada di tangan partai politik. Sistem proporsional campuran, diyakini Puskapol UI, dapat menjadi jalan tengah yang meminimalisir kelemahan kedua sistem tersebut. "Studi kami menunjukkan bahwa sistem proporsional campuran layak dikaji sebagai solusi alternatif. Kita tidak perlu terpaku pada pilihan dikotomis antara sistem terbuka dan tertutup," pungkas Delia.

Kesimpulannya, Puskapol UI mendorong reformasi sistem rekrutmen caleg untuk memastikan kualitas representasi rakyat di parlemen. Evaluasi menyeluruh, peningkatan transparansi, dan pertimbangan sistem pemilu alternatif menjadi kunci untuk mewujudkan sistem pemilu yang lebih demokratis, efisien, dan akuntabel.