Arus Kapital Asing Mengering: IHSG Tertekan, Ancaman Level 6.000

Arus Kapital Asing Mengering: IHSG Tertekan, Ancaman Level 6.000

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukan tren pelemahan signifikan, melanjutkan penurunan tajam pekan lalu hingga menyentuh angka 6.270. Kondisi ini telah berlangsung selama dua pekan terakhir, dipicu oleh beberapa faktor yang saling berkaitan, baik domestik maupun global. Analis saham dan Founder Stocknow.id, Hendra Wardana, menunjuk keluarnya dana asing dalam jumlah besar sebagai salah satu pemicu utama penurunan ini. Penurunan peringkat Indonesia oleh Morgan Stanley Capital International (MSCI) dari Equalweight menjadi Underweight telah memperparah sentimen pasar dan memicu aksi jual masif. Hendra memprediksi, jika tekanan ini berlanjut, IHSG berpotensi menembus level psikologis 6.000, bahkan bisa turun hingga 5.800 dalam skenario terburuk.

Sepanjang pekan lalu, investor asing mencatatkan net sell mencapai Rp 7,67 triliun, dengan sektor perbankan menjadi sasaran utama. Saham-saham emiten perbankan besar seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mengalami tekanan penjualan yang signifikan. Namun, kondisi ini bukan semata-mata disebabkan faktor domestik. Ketidakpastian ekonomi global turut berperan signifikan. Kenaikan tarif impor yang diumumkan Presiden AS Donald Trump terhadap China, Kanada, dan Meksiko telah meningkatkan ketidakpastian dan berpotensi menghambat perdagangan global serta pertumbuhan ekonomi dunia. Pelemahan nilai tukar rupiah yang mendekati Rp 16.550 per dolar AS semakin memperberat tekanan terhadap pasar saham domestik. Minimnya stimulus pemerintah dan regulator juga memperkuat keraguan investor terhadap prospek ekonomi Indonesia.

Hendra menekankan pentingnya mengatasi trust issue atau masalah kepercayaan terhadap kebijakan pemerintah dan prospek ekonomi nasional untuk mencegah semakin menjauhnya arus modal asing. Meskipun investor asing mencatatkan net buy di Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 11,5 triliun sepanjang Februari 2025, hal ini tidak cukup untuk membalikkan tren negatif di pasar saham. Kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia masih menarik bagi investasi di instrumen pendapatan tetap, namun tanpa langkah konkret dari pemerintah dan regulator, risiko keluarnya modal dalam jumlah yang lebih besar tetap terbuka lebar.

Untuk mencegah pelemahan IHSG yang lebih dalam, Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu mengambil langkah strategis. Komunikasi yang efektif dengan pelaku pasar sangat krusial untuk meredam kepanikan dan mengembalikan kepercayaan investor. Pidato dari Presiden atau Menteri Ekonomi, khususnya jika disampaikan di gedung BEI, dapat menjadi langkah efektif untuk menenangkan pasar dan mengumumkan kebijakan pro-pasar. Selain itu, stimulus fiskal yang lebih konkret, termasuk insentif bagi emiten strategis dan percepatan realisasi investasi di sektor riil, sangat dibutuhkan. Saat ini, Indonesia mengalami koreksi pasar yang cukup dalam, mencapai 11,4 persen dalam sebulan terakhir, jauh lebih besar dibandingkan Malaysia (-4,1 persen), India (-6,2 persen), dan Jepang (-6,9 persen). Ketidakpastian dalam negeri juga memperparah tekanan di pasar domestik. Tanpa langkah konkret, tekanan jual akan semakin masif dan menekan IHSG ke level yang lebih rendah.

Hendra menyarankan investor untuk berhati-hati, mempertahankan porsi kas yang lebih besar, dan hanya berinvestasi pada saham-saham dengan fundamental yang kuat. Beberapa saham yang masih menarik untuk dipantau, menurutnya, antara lain SCMA (target harga 210), PSAB (280), dan EMTK (580). Namun, perlu diingat bahwa pasar membutuhkan katalis positif yang kuat untuk membalikkan tren negatif ini. Kejelasan arah kebijakan dari regulator dan pemerintah, serta stabilitas ekonomi, menjadi kunci untuk mengembalikan kepercayaan investor dan menciptakan kondisi pasar yang lebih kondusif bagi investasi jangka panjang. Disclaimer: Artikel ini bukan ajakan untuk membeli atau menjual saham. Semua rekomendasi dan analisis saham berasal dari analis sekuritas yang bersangkutan. Keputusan investasi sepenuhnya berada di tangan investor.