Pejabat Bank Indonesia Menduduki Kursi Komisaris di Bank BUMN, Potensi Konflik Kepentingan Mencuat

Pejabat Bank Indonesia Menduduki Kursi Komisaris di Bank BUMN, Potensi Konflik Kepentingan Mencuat

Jakarta - Gelombang penunjukan komisaris baru di jajaran bank-bank BUMN (Himbara) memunculkan sorotan tajam. Tiga pejabat aktif dari Bank Indonesia (BI) secara resmi ditunjuk untuk menduduki kursi komisaris di beberapa bank Himbara. Penunjukan ini didasarkan pada hasil Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) masing-masing bank.

Adapun ketiga pejabat BI yang dimaksud adalah Edi Susianto, Donny Hutabarat, dan Ida Nuryanti. Edi Susianto, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, ditunjuk sebagai Komisaris Independen PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk pada RUPST yang digelar Senin (24/03/2025). Donny Hutabarat, yang menjabat sebagai Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan BI, menduduki kursi Komisaris PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk berdasarkan hasil RUPST yang dilaksanakan pada Rabu (26/03/2025). Sementara itu, Ida Nuryanti, yang menjabat sebagai Kepala Departemen Sumber Daya Manusia BI, juga ditunjuk sebagai Komisaris Independen PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk pada RUPST yang dilaksanakan pada hari yang sama.

Penunjukan ini lantas menuai kritik dari sejumlah pihak. Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menilai bahwa penempatan pejabat aktif BI sebagai komisaris bank Himbara berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan dapat mengganggu independensi BI sebagai otoritas moneter.

Potensi Konflik Kepentingan dan Independensi BI

Bhima Yudhistira menjelaskan bahwa penugasan pejabat BI di luar institusi, khususnya di lembaga jasa keuangan BUMN, tidak tercantum dalam Peraturan Dewan Gubernur (PDG) Nomor 22/12/PDG/2020 tentang Penugasan Eksternal Bank Indonesia. Dalam peraturan tersebut, lembaga yang diperbolehkan sebagai lembaga penugasan antara lain OJK, LPS, Asian Development Bank (ADB), hingga Bank of International Settlements (BIS).

"Kalau jadi komisaris Bank BUMN, artinya derajat BI sebagai lembaga otoritas moneter melemah. Jelas ada risiko conflict of interest karena BI sebagai wasit kenapa sekarang jadi pemain? Selain itu BI juga makin turun independensinya," tegas Bhima.

Kritik ini menyoroti potensi konflik kepentingan yang mungkin timbul karena BI memiliki peran ganda. Di satu sisi, BI adalah regulator dan pengawas perbankan, termasuk bank-bank BUMN. Di sisi lain, dengan adanya pejabat BI yang menduduki kursi komisaris, BI seolah menjadi bagian dari manajemen bank BUMN tersebut. Hal ini dikhawatirkan dapat mengurangi objektivitas BI dalam menjalankan fungsi pengawasan dan pengaturan.

Implikasi terhadap Tata Kelola Perusahaan

Selain potensi konflik kepentingan, penunjukan ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG). Idealnya, anggota dewan komisaris harus independen dan memiliki kompetensi yang relevan untuk mengawasi dan memberikan arahan strategis kepada manajemen perusahaan. Keberadaan pejabat aktif BI di jajaran komisaris bank BUMN dapat menimbulkan persepsi bahwa independensi dewan komisaris terganggu.

Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak Bank Indonesia maupun Kementerian BUMN terkait kritik yang dilayangkan oleh sejumlah pihak. Namun, isu ini menjadi perhatian publik dan memicu diskusi mengenai pentingnya menjaga independensi lembaga negara dan menghindari potensi konflik kepentingan dalam pengelolaan BUMN.

Daftar Pejabat BI yang Ditunjuk Sebagai Komisaris Bank Himbara:

  • Edi Susianto: Komisaris Independen PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
  • Donny Hutabarat: Komisaris PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk
  • Ida Nuryanti: Komisaris Independen PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk

Penunjukan ini tentunya menjadi perhatian publik, karena berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan dapat mengganggu independensi BI sebagai otoritas moneter.