Semangat Ramadhan: Anak-anak Sumenep Isi Ngabuburit dengan Lomba Lari Tradisional, Jauh dari Gawai
Semangat Ramadhan: Anak-anak Sumenep Isi Ngabuburit dengan Lomba Lari Tradisional, Jauh dari Gawai
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan gempuran gadget, sebuah pemandangan unik dan menyegarkan hadir di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Alih-alih terpaku pada layar ponsel, puluhan anak-anak memilih mengisi waktu ngabuburit dengan cara yang lebih sehat dan interaktif: adu lari di jalur double way menuju kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep.
Tradisi Lari yang Lahir dari Kebersamaan
Fenomena ini bermula dari inisiatif Keisya (13) dan Bintang (13), dua warga Kelurahan Kepanjing, Kecamatan Kota. Keduanya, bersama sekitar 20 anak lainnya, menjadikan area di sekitar Tugu Kuda Terbang sebagai arena perlombaan lari setiap sore selama bulan Ramadhan. Dengan bertelanjang kaki dan pakaian sederhana, mereka saling memacu kecepatan, bukan untuk mencari kemenangan semata, tetapi untuk mengisi waktu menunggu azan maghrib.
"Adu lari ini hanya untuk menunggu buka puasa, bukan untuk menyulut perpecahan," ujar Keisya, menekankan esensi kebersamaan dalam kegiatan ini. Aksi spontan ini menarik perhatian anak-anak dari berbagai desa dan kelurahan terdekat, seperti Desa Kolor, Desa Pabian, Kelurahan Bangselok, dan Kelurahan Pajagalan. Tanpa komando, mereka berkumpul setiap sore, menciptakan atmosfer kompetisi sehat yang jauh dari kesan individualistis.
Lebih dari Sekadar Lari: Interaksi Sosial dan Nilai-Nilai Positif
Menariknya, selama adu lari berlangsung, tak satu pun anak yang terlihat sibuk dengan ponselnya. Pemandangan ini kontras dengan kebiasaan anak-anak seusia mereka yang seringkali terpaku pada gadget dan kurang berinteraksi secara sosial. Di arena lari, mereka belajar mengatur energi, menyemangati teman, dan merasakan ketegangan bersama saat teman mereka berlomba. Nilai-nilai seperti sportivitas, kerja sama, dan rasa hormat pun tumbuh secara alami.
Bintang menjelaskan bahwa kegiatan ini bermula saat anak-anak berkumpul untuk mendapatkan takjil gratis yang rutin dibagikan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkab Sumenep di sekitar Tugu Kuda Terbang. Sambil menunggu kupon takjil, mereka berinisiatif untuk mengisi waktu dengan adu lari. "Sejak itu, kawan-kawan banyak yang datang lebih awal. Selain untuk mendapatkan takjil, juga untuk adu lari," ungkap Bintang.
Dampak Positif yang Meluas
Fenomena ngabuburit sehat ini tidak hanya melibatkan anak-anak. Para ibu dan remaja pun turut hadir, ikut mengantre kupon takjil dan menyaksikan keseruan lomba lari. Hal ini menciptakan interaksi antar generasi yang positif dan mempererat tali silaturahmi di tengah masyarakat.
Kegiatan ini menjadi oase di tengah arus modernisasi yang seringkali menjauhkan anak-anak dari aktivitas fisik dan interaksi sosial. Lomba lari tradisional ini menjadi pengingat bahwa kebahagiaan dan kebersamaan dapat ditemukan dalam kesederhanaan dan aktivitas yang menyehatkan.
Nilai Kearifan Lokal di Era Digital
Inisiatif anak-anak Sumenep ini adalah contoh nyata bagaimana kearifan lokal dapat diadaptasi dan dilestarikan di era digital. Dengan memilih adu lari sebagai pengisi waktu ngabuburit, mereka tidak hanya menjaga kesehatan fisik, tetapi juga membangun karakter positif dan mempererat hubungan sosial. Semoga semangat ini dapat menginspirasi anak-anak di daerah lain untuk mengisi waktu luang dengan kegiatan yang lebih bermanfaat dan bermakna.
- Aktivitas yang Terjadi:
- Adu Lari
- Bagi Takjil
- Interaksi Sosial
- Menunggu Buka Puasa