Keresahan Ojol dan Kurir di Jawa Tengah: Bonus Hari Raya Tak Sesuai Harapan, Aplikator Diduga Belum Transparan

Kekecewaan Pengemudi Ojol dan Kurir di Jawa Tengah Terkait Bonus Hari Raya

Puluhan pengemudi ojek online (ojol) dan kurir di Jawa Tengah (Jateng) menyampaikan keluhan mereka terkait Bonus Hari Raya (BHR) yang dinilai minim dan tidak jelas. Sebanyak 44 pengemudi mengadukan persoalan ini ke Posko Aduan Tunjangan Hari Raya (THR) 2025 di Jawa Tengah. Aduan ini menyoroti implementasi Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan No. M/3/HK.04.00/III/2025 tentang Pemberian Bonus Hari Raya Keagamaan Tahun 2025 bagi Pengemudi dan Kurir pada Layanan Angkutan Berbasis Aplikasi, yang sebelumnya telah diimbaukan oleh Presiden Prabowo Subianto.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah, Ahmad Aziz, mengungkapkan bahwa pengaduan tersebut menargetkan empat perusahaan aplikator besar, yaitu Gojek, Grab, Shopee, dan Maxim. Keluhan utama berkisar pada nominal BHR yang diterima jauh dari ekspektasi, bahkan ada yang mengaku hanya menerima Rp50.000. Situasi ini menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan kejelasan mekanisme perhitungan BHR yang diterapkan oleh masing-masing aplikator. Beberapa pengemudi merasa bingung dan tidak memahami bagaimana bonus tersebut dihitung.

Variasi Perhitungan BHR dan Tanggapan Aplikator

Menurut Aziz, aplikator umumnya mendasarkan perhitungan BHR pada tingkat keaktifan pengemudi atau kurir. Sistem ini biasanya melibatkan penghitungan total penghasilan bulanan secara kumulatif selama 12 bulan. Hasilnya kemudian dibagi 12, dan 20% dari angka tersebut menjadi besaran BHR yang diberikan. Contohnya, di Gojek, BHR yang diterima berkisar antara Rp50.000 hingga Rp1.6 juta, sementara di Grab, rentangnya antara Rp50.000 hingga Rp900.000. Namun, Disnakertrans Jateng mengakui bahwa informasi mengenai detail perhitungan BHR dari Shopee dan Maxim belum diterima.

Aziz menekankan bahwa pihaknya akan terus memantau implementasi SE Menteri Ketenagakerjaan oleh para aplikator. Terkait dengan Maxim yang diduga belum memberikan BHR kepada mitra pengemudinya, Disnakertrans berjanji akan segera menghubungi pihak perusahaan untuk mengklarifikasi situasi tersebut. Meskipun demikian, Aziz juga menjelaskan bahwa Disnakertrans Jateng tidak memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi kepada aplikator jika mereka tidak memenuhi imbauan dalam SE tersebut, karena SE tersebut tidak bersifat mengikat secara hukum.

Keterbatasan Kewenangan dan Harapan akan Komitmen Aplikator

Lebih lanjut Aziz menyatakan, jika hingga Hari Raya Idul Fitri para aplikator tidak membayarkan BHR, Disnakertrans Jateng tidak memiliki landasan hukum untuk menjatuhkan sanksi. Sebab, Surat Edaran (SE) tersebut sifatnya hanya berupa imbauan. Pihaknya tetap akan berupaya menegaskan kembali komitmen yang telah dinyatakan oleh para aplikator, yang pada awalnya menyatakan kesanggupan untuk memenuhi SE terkait BHR. Gojek dan Grab telah memberikan penjelasan mengenai rumusan perhitungan BHR mereka, sementara Maxim dan Shopee belum memberikan informasi yang sama. Situasi ini menimbulkan ketidakpastian dan kekhawatiran di kalangan pengemudi.

Daftar Keluhan Pengemudi Ojol dan Kurir

Berikut poin penting terkait keluhan pengemudi ojol dan kurir di Jawa Tengah terkait BHR:

  • Nominal BHR Rendah: Banyak pengemudi menerima BHR dengan nominal yang jauh di bawah ekspektasi, bahkan hanya Rp50.000.
  • Ketidakjelasan Perhitungan: Pengemudi merasa bingung dan tidak memahami mekanisme perhitungan BHR yang diterapkan oleh masing-masing aplikator.
  • Kurangnya Transparansi: Informasi mengenai detail perhitungan BHR dari Shopee dan Maxim belum diterima oleh Disnakertrans Jateng.
  • Tidak Adanya Sanksi: Disnakertrans Jateng tidak memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi kepada aplikator yang tidak memenuhi imbauan dalam SE Menteri Ketenagakerjaan.