Efisiensi Anggaran Pemerintah Ancam Kinerja dan Tenaga Kerja PT Brantas Abipraya

Efisiensi Anggaran Pemerintah Ancam Kinerja dan Tenaga Kerja PT Brantas Abipraya

PT Brantas Abipraya (Persero) menghadapi tantangan signifikan akibat kebijakan efisiensi anggaran pemerintah melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Kebijakan ini, yang bertujuan untuk efisiensi belanja dalam APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025, berdampak langsung pada kontrak-kontrak pembangunan yang dipegang perusahaan konstruksi pelat merah tersebut. Sebagaimana disampaikan Direktur Utama PT Brantas Abipraya, Sugeng Rochadi, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI di Jakarta pada 5 Maret 2025, sekitar 50% hingga 60% kontrak perusahaan bersumber dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Pemerintah Pusat. Oleh karena itu, kebijakan efisiensi anggaran ini menimbulkan tekanan yang sangat besar terhadap kinerja keuangan dan operasional perusahaan.

Dampak paling nyata terlihat pada proyeksi laba bersih perusahaan. RKAP 2025 awalnya menargetkan laba bersih sebesar Rp 221,02 miliar. Namun, akibat efisiensi anggaran, target tersebut direvisi drastis menjadi hanya Rp 27,61 miliar. Penurunan signifikan ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain penurunan perolehan kontrak baru, penundaan proyek (carry over), dan berkurangnya peluang usaha. Direktur Utama menjelaskan bahwa tekanan terhadap target laba bersih ini secara otomatis akan berdampak pada penurunan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Tidak hanya itu, efisiensi anggaran juga berdampak pada pendapatan usaha yang diproyeksikan turun dari Rp 10,2 triliun menjadi Rp 6,7 triliun, dan kontrak baru yang turun dari Rp 9,08 triliun menjadi Rp 7,22 triliun. Situasi ini menunjukkan betapa signifikannya pengaruh kebijakan efisiensi anggaran terhadap keberlangsungan bisnis PT Brantas Abipraya.

Lebih mengkhawatirkan lagi, kebijakan ini mengancam keberlangsungan pekerjaan ribuan karyawan PT Brantas Abipraya. Sugeng Rochadi memprediksi pengurangan anggaran sebesar Rp 1 triliun akan berdampak pada sekitar 3.300 pekerja yang berpotensi kehilangan pekerjaan dalam setahun. Angka ini menggambarkan betapa besarnya risiko sosial ekonomi yang ditimbulkan oleh kebijakan efisiensi anggaran tersebut. Perusahaan menghadapi dilema antara memenuhi kewajiban efisiensi yang diamanatkan pemerintah dan menjaga keberlangsungan usaha serta kesejahteraan karyawannya. Perlu kajian mendalam dan solusi komprehensif untuk meminimalisir dampak negatif kebijakan ini terhadap PT Brantas Abipraya dan industri konstruksi secara luas. Pemerintah perlu mempertimbangkan strategi yang lebih terukur dan terencana dalam implementasi kebijakan efisiensi anggaran agar tidak berdampak buruk pada perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya para pekerja di sektor konstruksi.

Dampak Efisiensi Anggaran terhadap PT Brantas Abipraya:

  • Penurunan target laba bersih dari Rp 221,02 miliar menjadi Rp 27,61 miliar.
  • Penurunan pendapatan usaha dari Rp 10,2 triliun menjadi Rp 6,7 triliun.
  • Penurunan kontrak baru dari Rp 9,08 triliun menjadi Rp 7,22 triliun.
  • Potensi pengurangan tenaga kerja hingga 3.300 pekerja.