Ricuh! Unjuk Rasa Mahasiswa di Pematangsiantar Berujung Perusakan Gedung DPRD Terkait Penolakan UU TNI
Aksi Protes UU TNI di Pematangsiantar Berujung Ricuh: Mahasiswa Robohkan Pagar DPRD
Pematangsiantar, Sumatera Utara – Gelombang penolakan terhadap Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) terus bergulir. Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa di Kota Pematangsiantar pada Rabu (26/3/2025) siang, berujung ricuh setelah massa merobohkan pagar gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.
Aksi bermula dengan orasi yang dilakukan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Simalungun (USI) di depan gerbang DPRD Pematangsiantar, Jalan Adam Malik, sekitar pukul 13.00 WIB. Mahasiswa menyampaikan aspirasi mereka secara tertib, menuntut pencabutan UU TNI yang dianggap kontroversial. Namun, kekecewaan memuncak ketika para anggota DPRD tak kunjung hadir menemui massa aksi.
Aksi Dorong Pagar dan Pembakaran Ban
Situasi memanas ketika pintu pagar gedung DPRD tetap terkunci dan dijaga ketat oleh aparat kepolisian dan Brimob. Massa aksi yang semakin geram kemudian melakukan aksi pembakaran ban bekas tepat di depan pagar. Beberapa oknum mahasiswa juga terlihat melakukan vandalisme dengan menyemprotkan cat pilox ke tembok gedung. Api yang berkobar semakin membesar memaksa barisan polisi untuk mundur.
Melihat celah, mahasiswa kemudian beramai-ramai mendorong pagar hingga roboh. Massa aksi seketika menyerbu masuk ke area perkantoran DPRD. Aparat kepolisian yang berjaga di pintu masuk utama gedung DPRD kemudian membentuk barikade untuk menghalau massa. Aksi saling dorong tak terhindarkan, menciptakan suasana yang semakin tegang.
Seorang orator dari kalangan mahasiswa menyatakan kekecewaannya atas ketidakhadiran anggota dewan. "Jika tidak ada jawaban dari dewan, kami tidak perlu berlama-lama seperti ini dan kami tidak ingin berhadapan dengan polisi bersenjata," tegasnya.
Pendudukan Ruang Rapat dan Orasi Kritis
Massa aksi kemudian bergerak menuju koridor sebelah kiri gedung dan melakukan sweeping. Mereka menduduki ruang rapat gabungan komisi dan menyampaikan orasi secara bergantian. Suara riuh menggema di seluruh ruangan, sementara sebagian mahasiswa terlihat menduduki kursi dan berdiri di atas meja.
Yudha Situmorang, seorang mahasiswa dalam orasinya, menyampaikan bahwa UU TNI yang baru disahkan oleh DPR RI mengandung sejumlah pasal kontroversial. Ia khawatir bahwa UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 tersebut dapat membangkitkan kembali Dwi Fungsi ABRI seperti pada masa Orde Baru. "Ada pasal kontroversi dalam undang-undang tersebut yang memungkinkan membangkitkan Dwi Fungsi TNI, dan saat ini itu menjadi cikal bakal mengembalikan negara ini ke masa Orde Baru," ujar Yudha dengan lantang.
Respon Anggota DPRD dan Kekecewaan Mahasiswa
Massa yang semakin memadati ruangan rapat akhirnya ditemui oleh Patar Luhut Panjaitan, anggota DPRD dari Fraksi Gerindra. Patar mengaku telah menunggu para pengunjuk rasa sejak pukul 11.00 WIB untuk berdialog. Ia menjelaskan bahwa pengesahan RUU TNI merupakan program DPR RI, bukan DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota.
"Memang ada sejumlah pasal UU TNI yang kontroversi, yaitu Pasal 3, Pasal 7, Pasal 47, dan Pasal 53 tentang penambahan batas usia. Itu beberapa pasal yang krusial," kata Patar melalui pengeras suara. Ia juga menjanjikan akan mengajak rekan-rekan anggota DPRD lainnya untuk berdiskusi dengan mahasiswa.
Namun, penjelasan Patar tersebut tidak memuaskan massa aksi. Mereka serentak bersorak menunjukkan ketidakpuasan. Sebelum meninggalkan lokasi, mahasiswa menyampaikan pernyataan sikap.
"Kami menyatakan sikap bahwasanya DPR kita ini sudah mati. DPR tidak berpihak kepada masyarakat. Kami akan datang lagi berunjuk rasa dengan jumlah yang lebih banyak," tegas Gideon, Ketua BEM Fakultas Teknik USI.
Latar Belakang Pengesahan UU TNI
Sebelumnya, DPR RI telah mengesahkan revisi undang-undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau UU TNI. Revisi UU TNI tersebut disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna yang dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani pada Kamis, 20 Maret 2025.