Optimisme Pemerintah di Tengah Fluktuasi Rupiah: Fundamental Ekonomi Indonesia Diyakini Tetap Kokoh

Pemerintah Optimistis Rupiah Tidak Akan Terus Melemah

Di tengah kekhawatiran pasar terhadap pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan keyakinannya bahwa tren pelemahan ini tidak akan berlangsung terus-menerus. Keyakinan ini didasarkan pada fundamental ekonomi Indonesia yang dinilai masih kuat dan sejumlah kebijakan strategis yang telah dan akan diimplementasikan.

Airlangga Hartarto menegaskan bahwa fundamental ekonomi Indonesia solid, ditopang oleh kinerja ekspor yang baik, cadangan devisa yang kuat, dan surplus neraca perdagangan. Selain itu, kebijakan penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) sebesar 100 persen di dalam negeri selama satu tahun, yang akan dimulai pada 1 Maret 2025, diharapkan dapat memperkuat posisi rupiah. Kebijakan ini merupakan peningkatan dari aturan sebelumnya yang hanya mewajibkan penempatan minimal 30 persen DHE sumber daya alam (SDA) dalam rekening khusus valuta asing selama minimal 3 bulan.

Faktor Pendukung Penguatan Rupiah

Beberapa faktor yang menjadi dasar optimisme pemerintah terhadap penguatan rupiah di masa depan antara lain:

  • Kinerja Ekspor yang Baik: Peningkatan nilai ekspor Indonesia dalam jangka menengah dan panjang diharapkan dapat menjadi penopang utama penguatan rupiah.
  • Cadangan Devisa yang Kuat: Tingginya cadangan devisa memberikan ketahanan bagi Indonesia dalam menghadapi tekanan eksternal.
  • Surplus Neraca Perdagangan: Surplus neraca perdagangan menunjukkan bahwa Indonesia memiliki keunggulan dalam perdagangan internasional, yang turut memperkuat fundamental ekonomi.
  • Kebijakan DHE: Implementasi kebijakan DHE yang mewajibkan penempatan 100 persen DHE di dalam negeri diharapkan dapat meningkatkan pasokan valuta asing dan menstabilkan nilai tukar rupiah.

Langkah Antisipatif Pemerintah

Selain faktor-faktor fundamental yang kuat, pemerintah juga terus berupaya untuk mengantisipasi potensi penurunan nilai tukar rupiah melalui berbagai langkah strategis, antara lain:

  • Peningkatan Ekspor: Pemerintah akan terus mendorong peningkatan ekspor melalui berbagai kebijakan dan insentif.
  • Deregulasi Kebijakan: Pemerintah berkomitmen untuk melakukan deregulasi kebijakan yang menghambat investasi dan perdagangan, sehingga impor dan ekspor dapat berjalan lebih lancar.
  • Kemudahan Perizinan: Pemerintah akan terus menyederhanakan proses perizinan untuk mempercepat investasi dan meningkatkan daya saing ekspor.

Respons Terhadap Kekhawatiran Pasar

Pelemahan rupiah sebelumnya sempat mencapai level terendah sejak Juni 1998, memicu kekhawatiran di kalangan pelaku pasar. Kekhawatiran ini dipicu oleh sejumlah faktor, baik global maupun domestik, termasuk tingginya permintaan valuta asing untuk repatriasi dana dan pembayaran lainnya. Selain itu, isu-isu domestik seperti rencana belanja populis pemerintah, usulan pengawasan BUMN oleh lembaga sovereign wealth fund yang baru (BPI Danantara), serta ekspansi peran militer dalam masyarakat sipil juga turut menambah sentimen negatif.

Rumor mengenai pengunduran diri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga sempat memperkeruh suasana. Namun, rumor tersebut telah dibantah dan pemerintah menegaskan komitmennya untuk menjaga stabilitas fiskal dan melanjutkan reformasi ekonomi.

Christopher Wong, analis mata uang di OCBC, sebelumnya menyampaikan bahwa kinerja buruk rupiah sebagian besar disebabkan oleh faktor fundamental yang melemah, termasuk kekhawatiran fiskal, defisit transaksi berjalan yang tak terduga, perlambatan ekonomi, dan ekspektasi bahwa BI mungkin harus segera melonggarkan kebijakan. Meskipun demikian, pemerintah optimistis bahwa dengan langkah-langkah yang telah dan akan diambil, rupiah akan kembali menguat dan stabilitas ekonomi Indonesia akan tetap terjaga.