Kekecewaan Pengemudi Ojol Terkait Bantuan Hari Raya: Realisasi Jauh dari Harapan
Kekecewaan Pengemudi Ojol Terkait Bantuan Hari Raya: Realisasi Jauh dari Harapan
Jakarta – Kebijakan Bantuan Hari Raya (BHR) yang diharapkan menjadi angin segar bagi para pengemudi ojek online (ojol) di Indonesia, justru menuai kekecewaan. Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan yang menjanjikan BHR bagi para mitra pengemudi, ternyata tidak seindah yang dibayangkan. Alih-alih mendapatkan bantuan yang signifikan, banyak pengemudi yang merasa gigit jari karena nominal yang diterima jauh di bawah ekspektasi, bahkan ada yang tidak menerima sama sekali.
Harapan dan Realita yang Bertolak Belakang
Sebelumnya, banyak pengemudi ojol yang berharap dapat menerima BHR dengan nominal yang cukup besar, bahkan mencapai Rp 500.000. Angka ini didasarkan pada perhitungan ideal, yakni 20% dari total pendapatan bulanan dikalikan 12 bulan. Namun, realita yang dihadapi berkata lain. Sejumlah pengemudi mengungkapkan kekecewaan mereka karena hanya menerima BHR sebesar Rp 50.000, jumlah yang dinilai sangat kecil dibandingkan dengan harapan semula.
Nadi (42), seorang pengemudi ojol di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, mengungkapkan kekecewaannya karena tidak menerima BHR sama sekali. Dengan pendapatan bersih harian sekitar Rp 200.000, Nadi seharusnya menerima sekitar Rp 480.000 sebagai BHR. "Ancang-ancang saya sekitar Rp 500.000 patokannya. Sekarang? Enggak dapat," ujarnya dengan nada kecewa.
Kekecewaan serupa juga dirasakan oleh Edi (42), seorang pengemudi ojol yang telah beroperasi selama lebih dari delapan tahun di Tangerang Selatan. Edi berharap dapat menerima BHR minimal Rp 300.000 hingga Rp 500.000. Namun, ia hanya menerima Rp 50.000. "Kalau dari impian angan-angan driver ya seenggaknya Rp 300.000 atau Rp 500.000 lah. Lah, ini cuman Rp 50.000, ya sudahlah," keluhnya.
Imbauan Pemerintah dan Implementasi yang Tidak Konsisten
Pemerintah melalui Surat Edaran No. M/3/HK.04.00/III/2025 telah mengimbau perusahaan aplikasi untuk memberikan BHR kepada pengemudi ojol. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para mitra pengemudi dan kurir online. Bahkan, salah satu platform transportasi online terbesar, Gojek, dikabarkan menetapkan nominal BHR tertinggi hingga Rp 900.000. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa tidak banyak pengemudi yang benar-benar menerima nominal tersebut.
Edi mengaku belum pernah bertemu dengan pengemudi lain yang menerima BHR sebesar Rp 900.000. Kebanyakan pengemudi hanya menerima BHR antara Rp 50.000 hingga Rp 100.000. Perbedaan nominal BHR ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan pengemudi ojol mengenai transparansi dan mekanisme penentuan besaran BHR oleh perusahaan aplikasi.
Tuntutan Transparansi dan Evaluasi Kebijakan
Kekecewaan yang dirasakan oleh para pengemudi ojol ini memicu tuntutan akan transparansi dan evaluasi kebijakan BHR. Mereka berharap pemerintah dan perusahaan aplikasi dapat melakukan evaluasi lebih lanjut agar keadilan dalam pemberian BHR dapat terwujud. Para pengemudi juga berharap adanya mekanisme yang lebih jelas dan transparan dalam penentuan besaran BHR, sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman dan kekecewaan di kemudian hari.
Berikut adalah poin-poin penting yang menjadi perhatian para pengemudi ojol:
- Transparansi: Pengemudi menuntut transparansi dalam penentuan besaran BHR.
- Keadilan: Pengemudi berharap adanya keadilan dalam pembagian BHR.
- Evaluasi: Pengemudi mendesak pemerintah dan perusahaan aplikasi untuk mengevaluasi kebijakan BHR.
Dengan adanya transparansi, keadilan, dan evaluasi kebijakan, diharapkan BHR dapat benar-benar menjadi bantuan yang bermanfaat bagi para pengemudi ojol, bukan sekadar harapan yang pupus di tengah jalan.