Gigihnya Jupriyadi: Lompat ke Kapal Demi Nafkahi Keluarga di Tengah Hiruk Pikuk Pelabuhan Ketapang
Di tengah keramaian Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur, terlihat sosok Jupriyadi, seorang pria paruh baya yang tak kenal lelah menjajakan dagangannya. Pria berbadan kurus ini dengan cekatan menyusuri dermaga, menawarkan tahu, telur puyuh rebus, dan kerupuk rambak kepada para calon pembeli.
Jupriyadi, dengan kaus merah pudar yang ditimpa kemeja biru usang, tak menghiraukan terik matahari dan debu yang beterbangan. Sesekali ia menyeka keringat di dahinya dengan kain yang tersambung di topinya, pelindung wajahnya dari sengatan mentari. Kisahnya merupakan potret perjuangan seorang ayah demi keluarga tercinta.
"Dulu saya bekerja di kantin kapal Pratita dari tahun 1993 hingga 2004, setelah itu saya memutuskan untuk berjualan sendiri," ujarnya, sembari menunjukkan sisa dagangannya. Setiap hari, Jupriyadi berangkat dari rumahnya di Desa Ketapang pukul 9 pagi, setelah mempersiapkan dagangannya sejak dini hari. Ia baru kembali ke rumah setelah semua dagangannya ludes terjual.
Rutinitasnya di pelabuhan diwarnai dengan berjalan kaki dari satu dermaga ke dermaga lainnya. Saat pelabuhan sepi, Jupriyadi mengambil langkah berani, bahkan cenderung nekat, untuk memaksimalkan penjualan. Ia nekat melompat ke kapal dari celah samping sebelum pintu utama kapal dibuka.
"Kalau pelabuhan sepi, saya loncat ke kapal dari lubang samping kapal sebelum pintu depan kapal dibuka," akunya. Risiko kecelakaan selalu mengintai, namun Jupriyadi memendam rasa takutnya demi menghidupi keluarganya. Dengan cara ini, ia bisa lebih cepat menjangkau para penumpang di dalam kapal.
"Misalnya ada dua bus, saya bisa naik ke semua bus. Kalau menunggu pintu kapal turun, saya hanya bisa naik ke satu bus saja," jelasnya. Baginya, tidak masalah melakukan hal tersebut asalkan bisa memberikan yang terbaik untuk keluarganya. Penghasilan sekitar Rp 100.000 per hari yang diperolehnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Buah dari kegigihannya, Jupriyadi berhasil menyekolahkan anak semata wayangnya di sebuah sekolah menengah kejuruan di Banyuwangi. Kini, anaknya telah mandiri dan bekerja di sebuah perusahaan pengolahan ikan. Jupriyadi merasa bangga dapat membekali anaknya dengan kekuatan untuk berdiri di atas kaki sendiri.
"Sebagai orang tua, saya tidak bisa memberikan warisan. Tapi saya yakin saya bisa membekali anak saya kekuatan agar bisa berdiri di kakinya sendiri," pungkasnya dengan nada penuh kebanggaan.