Terungkap! Jalinan Media Sosial Berujung Tragis: Oknum Polisi Terjerat Kasus Pencabulan Anak di Bawah Umur
Kasus Pencabulan Anak di Kupang: Perkenalan di Instagram Membawa Petaka
Kasus pencabulan anak di bawah umur yang melibatkan seorang oknum perwira polisi, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, menggemparkan Nusa Tenggara Timur (NTT). Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda NTT, Kombes Pol Patar Silalahi, mengungkapkan kronologi bagaimana perkenalan antara AKBP Fajar dan FWLS, seorang mahasiswi yang diduga menjadi perantara dalam kasus ini.
Perkenalan di Dunia Maya
FWLS, seorang mahasiswi berusia 20 tahun di salah satu universitas di Kupang, pertama kali mengenal AKBP Fajar melalui platform media sosial Instagram. Pertemanan yang dimulai pada tahun 2024 ini, lambat laun berkembang menjadi hubungan yang lebih dekat. Kombes Pol Patar Silalahi menjelaskan bahwa interaksi intensif di media sosial menjadi titik awal dari rangkaian peristiwa tragis ini.
Permintaan Tak Senonoh dan Eksploitasi Anak
Pada tanggal 10 Juni 2024, ketika AKBP Fajar menginap di sebuah hotel di Kupang, ia menghubungi FWLS. Percakapan tersebut memuat permintaan yang sangat tidak pantas: AKBP Fajar meminta FWLS untuk mencarikan seorang anak kecil untuk tujuan yang sangat bejat, yaitu melakukan tindakan pencabulan.
Kejadian berikutnya sangat memilukan. Pada tanggal 11 Juni, FWLS mengajak seorang anak berusia lima tahun, yang merupakan anak dari pemilik kos tempat ia tinggal. Dengan dalih mengajak jalan-jalan dan bermain, FWLS membawa korban menemui AKBP Fajar di Hotel Kristal Kupang. Di sana, AKBP Fajar melakukan tindakan pencabulan terhadap korban di kamar hotel, sementara FWLS menunggu di area kolam renang.
Iming-iming Uang dan Upaya Menutupi Kejahatan
Setelah melakukan aksi bejatnya, AKBP Fajar memberikan uang sebesar Rp 3 juta kepada FWLS. FWLS kemudian mengantar korban kembali ke rumahnya dan memberikan uang Rp 100.000 kepada anak tersebut. Lebih lanjut, FWLS berpesan kepada korban untuk tidak menceritakan kejadian tersebut kepada siapapun, termasuk orang tuanya. Tindakan ini jelas menunjukkan upaya untuk menutupi kejahatan yang telah terjadi.
Kasus Terungkap Berkat Kerja Sama Internasional
Kasus ini berhasil terungkap pada Maret 2025 berkat kerja sama dengan pihak berwenang Australia. Informasi yang diperoleh dari Australia menjadi titik terang dalam penyelidikan kasus ini.
Proses Hukum dan Ancaman Hukuman Berat
Saat ini, FWLS telah ditahan untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. Ia dijerat dengan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Pasal 2 Ayat 1 serta Pasal 17 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang. Ancaman hukuman penjara yang menanti FWLS adalah di atas 12 tahun.
AKBP Fajar sendiri telah diamankan oleh Propam Mabes Polri atas dugaan keterlibatan dalam kasus pencabulan anak di bawah umur dan penyalahgunaan narkoba. Selain kasus pencabulan anak berusia lima tahun ini, terungkap juga bahwa AKBP Fajar diduga mencabuli seorang anak berusia enam tahun di hotel yang sama.
AKBP Fajar Ditetapkan Sebagai Tersangka dan Ditahan
Mabes Polri telah menetapkan AKBP Fajar sebagai tersangka dalam kasus ini. Ia telah mengenakan baju tahanan berwarna oranye dan ditahan di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Penetapan status tersangka dan penahanan ini menunjukkan keseriusan Polri dalam menangani kasus ini.
Karo Wabprof Divisi Propam Polri, Brigjen Agus Wijayanto, menegaskan bahwa status AKBP Fajar telah resmi menjadi tersangka dan yang bersangkutan telah ditahan di Bareskrim Polri. Hal ini menunjukkan komitmen Polri untuk menindak tegas anggotanya yang terlibat dalam tindak pidana.
Rangkuman Pasal yang dikenakan terhadap pelaku : * Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual * Pasal 2 Ayat 1 serta Pasal 17 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang
Kasus ini menjadi pelajaran pahit tentang bahaya pertemanan di media sosial yang dapat disalahgunakan untuk tujuan kriminal. Selain itu, kasus ini juga menyoroti pentingnya pengawasan orang tua terhadap anak-anak mereka, serta perlunya kerja sama dari semua pihak untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.