Pemprov DKI Jakarta Bebaskan PBB untuk Rumah dan Apartemen di Bawah Batas NJOP Tertentu

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengambil langkah progresif dengan membebaskan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) bagi rumah dan apartemen yang memenuhi kriteria tertentu. Kebijakan ini diharapkan dapat meringankan beban masyarakat kelas menengah di tengah dinamika ekonomi perkotaan.

Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Gubernur Nomor 281 Tahun 2025, yang ditandatangani oleh Gubernur Pramono Anung pada 25 Maret 2025. Pengumuman ini disampaikan setelah peninjauan Rusun Tambora pada hari Rabu, 26 Maret 2025. Fokus utama kebijakan ini adalah memberikan keringanan pajak bagi rumah dan apartemen dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di bawah batas yang telah ditetapkan.

Kriteria yang ditetapkan dalam kebijakan ini adalah sebagai berikut:

  • Rumah: Rumah dengan NJOP di bawah Rp 2 miliar akan dibebaskan dari PBB-P2.
  • Apartemen: Apartemen dengan NJOP di bawah Rp 650 juta juga akan mendapatkan pembebasan PBB-P2.

Gubernur Pramono Anung menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk meringankan beban pajak bagi sebagian besar masyarakat kelas menengah di Jakarta. Namun, perlu dicatat bahwa pembebasan ini tidak berlaku bagi kepemilikan rumah kedua dan seterusnya. Pemprov DKI Jakarta memberikan keringanan pajak untuk rumah pertama. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan mengenakan pajak secara penuh untuk rumah ketiga dan seterusnya.

"Dengan demikian hampir sebagian PBB yang ada di warga Jakarta, kecuali orang-orang mampu, maka kami gratiskan," ungkap Pramono.

Lebih lanjut, Gubernur Pramono menjelaskan bahwa kepemilikan rumah kedua hanya akan mendapatkan keringanan sebesar 50 persen dari PBB-P2. Sementara itu, rumah ketiga dan seterusnya akan tetap dikenakan pajak penuh. Hal ini bertujuan untuk memberikan keadilan bagi masyarakat dan memastikan bahwa mereka yang mampu tetap berkontribusi pada pendapatan daerah.

Selain membahas PBB-P2, Gubernur Pramono juga menyinggung mengenai pajak kendaraan bermotor di Jakarta. Beliau menegaskan bahwa pemilik kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tetap diwajibkan untuk membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini berbeda dengan beberapa daerah lain yang mungkin memberikan pembebasan pajak untuk kendaraan tertentu. Beliau menekankan pentingnya kepatuhan pajak untuk mendukung pembangunan dan peningkatan layanan publik di Jakarta.

"Saya tidak mengkritik daerah lain sama sekali nggak. Ketika kami dalami, maka rata-rata mobil kedua dan ketiga yang tidak bayar pajak di Jakarta. Maka saya akan mengejar, mau mobil berapa pun monggo, tetapi harus bayar pajak," tegasnya.

Kebijakan pembebasan PBB-P2 ini merupakan langkah strategis Pemprov DKI Jakarta dalam meringankan beban masyarakat kelas menengah dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Diharapkan, kebijakan ini dapat memberikan dampak positif bagi kesejahteraan warga Jakarta dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya kepatuhan pajak.