PHK Massal Bayangi Optimisme Manufaktur: Pemerintah Didesak Bertindak Atasi Gelombang Pengangguran
PHK Massal Bayangi Optimisme Manufaktur: Pemerintah Didesak Bertindak Atasi Gelombang Pengangguran
Kinerja sektor manufaktur Indonesia menunjukkan tren positif dengan Purchasing Managers Index (PMI) yang mencapai 53,6 pada Februari 2025, meningkat dari 51,9 pada Januari 2025. Angka di atas 50 mengindikasikan ekspansi dan pertumbuhan. Optimisme pemerintah terhadap prospek manufaktur pun meningkat. Namun, di balik gemilangnya angka PMI, tersembunyi kekhawatiran mendalam akibat gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda industri padat karya.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mencatat, selama Januari-Februari 2025, sekitar 60.000 pekerja telah kehilangan pekerjaan. Data ini menjadi sinyal darurat bagi pemerintah untuk segera mengambil langkah antisipatif. Jika perusahaan-perusahaan tidak diselamatkan, PHK massal bisa tak terhindarkan, memicu lonjakan angka pengangguran.
Mengurai Benang Kusut Pengangguran di Indonesia
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Agustus 2024 sebesar 4,91%. Artinya, dari 100 angkatan kerja, sekitar 5 orang menganggur. TPT menjadi tolok ukur penting untuk mengukur tenaga kerja yang belum terserap pasar dan menggambarkan potensi tenaga kerja yang belum termanfaatkan.
Menurut metodologi International Labour Organization (ILO) yang diadopsi BPS, dari 215,37 juta Penduduk Usia Kerja (PUK) pada Agustus 2024, 152,11 juta di antaranya adalah angkatan kerja (PUK yang aktif mencari pekerjaan). Sisanya, 63,26 juta, termasuk dalam kategori Bukan Angkatan Kerja (BUK), seperti pelajar atau ibu rumah tangga.
Komposisi angkatan kerja terdiri dari 144,64 juta orang yang bekerja dan 7,47 juta pengangguran. BPS mendefinisikan "bekerja" sebagai aktivitas menghasilkan penghasilan atau membantu memperoleh penghasilan, minimal satu jam dalam seminggu terakhir. Definisi ini mencakup pekerja informal yang tidak dibayar dan pekerja keluarga.
Ironisnya, konsep ini juga mencakup setengah penganggur (bekerja di bawah 35 jam per minggu) dan pekerja paruh waktu (bekerja di bawah 35 jam per minggu, tetapi tidak mencari pekerjaan lain), seperti mahasiswa yang bekerja paruh waktu.
Pengangguran, menurut BPS, adalah penduduk usia 15 tahun ke atas yang tidak bekerja, sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha baru, atau sudah diterima bekerja tetapi belum mulai bekerja, atau bahkan merasa putus asa.
"Hidden Unemployment" dan Tanggung Jawab Negara
Pemerintah memiliki amanah untuk menciptakan lapangan kerja yang layak bagi seluruh warga negara, sebagaimana diamanatkan UUD 1945 Pasal 27 Ayat (2). Angka 7,47 juta pengangguran mungkin terlihat kecil dibandingkan total angkatan kerja. Namun, pemerintah tidak boleh lengah.
Fenomena viral tagar "kabur aja dulu" mencerminkan frustrasi generasi muda terhadap kondisi ekonomi, kesulitan mencari pekerjaan, upah rendah, dan ketimpangan sosial. Untuk mengatasi hal ini, perlu dipahami berapa banyak sebenarnya pencari kerja dan berapa banyak lapangan kerja yang harus diciptakan.
Dari 144,64 juta penduduk bekerja pada Agustus 2024, 8% atau sekitar 11,57 juta adalah setengah penganggur, dan 23,94% atau sekitar 34,63 juta adalah pekerja paruh waktu. Selain itu, 19,29 juta orang berstatus pekerja keluarga/tidak dibayar.
Jika ditotal, bukan hanya 7,47 juta, tetapi sekitar 65 juta orang membutuhkan pekerjaan yang layak. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 70,63 menunjukkan tingginya penawaran tenaga kerja, yang sayangnya belum diimbangi dengan permintaan yang memadai.
Jumlah pencari kerja yang besar menjadi tantangan serius bagi pemerintah. Aspirasi generasi muda untuk pekerjaan yang lebih baik harus diakomodasi agar Indonesia tidak kehilangan sumber daya manusia yang terampil dan berdedikasi.
Langkah Strategis Pemerintah
Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis dan komprehensif untuk mengatasi masalah PHK dan pengangguran, antara lain:
- Menciptakan iklim investasi yang kondusif: Menarik investasi baru dan mendorong ekspansi bisnis yang ada untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja.
- Meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan: Memastikan angkatan kerja memiliki keterampilan yang dibutuhkan oleh industri.
- Mendorong kewirausahaan: Memberikan dukungan kepada usaha kecil dan menengah (UKM) untuk menciptakan lapangan kerja sendiri.
- Memperkuat jaring pengaman sosial: Memberikan bantuan kepada pekerja yang kehilangan pekerjaan, seperti pelatihan ulang dan tunjangan pengangguran.
- Dialog sosial: Melibatkan serikat pekerja, pengusaha, dan pemerintah dalam dialog untuk mencari solusi terbaik untuk masalah ketenagakerjaan.
Hanya dengan tindakan nyata dan terkoordinasi, pemerintah dapat mengatasi ancaman PHK massal dan menciptakan lapangan kerja yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia.