Banjir Bekasi: Kontras antara Kenyamanan Wali Kota dan Penderitaan Warga Terdampak

Banjir Bekasi: Kontras antara Kenyamanan Wali Kota dan Penderitaan Warga Terdampak

Bencana banjir yang melanda Kota Bekasi pada Selasa, 4 Maret 2025, telah mengakibatkan penderitaan yang mendalam bagi ribuan warga. Hujan deras yang tak henti menyebabkan air menggenangi rumah-rumah dan infrastruktur publik, memaksa sekitar 16.000 jiwa mengungsi. Di Perumahan Pondok Gede Permai, ketinggian air mencapai empat meter, sementara di beberapa titik lainnya bahkan mencapai delapan meter, menenggelamkan harta benda dan menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi masyarakat. Kondisi ini menggambarkan realita yang menyayat hati, di mana warga berjuang keras menghadapi dampak bencana, sementara muncul pertanyaan mengenai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

Di tengah keprihatinan dan perjuangan warga yang menyelamatkan diri dan harta benda, beredar video di media sosial yang memperlihatkan istri Wali Kota Bekasi, Wiwiek Hargono, menginap di sebuah hotel berbintang. Video tersebut, yang diunggah oleh akun TikTok @rakyatbekasi.com, memicu reaksi beragam dari masyarakat. Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, mengakui menginap di hotel tersebut bersama istrinya, namun ia membantah hal tersebut didasari oleh alasan kenyamanan pribadi. Ia menjelaskan bahwa hotel dipilih karena lokasinya yang strategis, memudahkan akses bagi dirinya untuk melakukan pemantauan dan koordinasi penanganan bencana di berbagai wilayah terdampak. Ia menambahkan bahwa istrinya bahkan telah bangun sejak pukul 04.00 WIB untuk membantu menyiapkan makanan bagi para pengungsi, dan mereka berdua telah meninggalkan hotel pada pukul 06.00 WIB.

Namun, penjelasan tersebut tidak serta-merta meredam kritik dan kecemburuan publik. Kontras yang mencolok antara kondisi Wali Kota dan keluarganya yang bermalam di hotel berbintang dengan kondisi warga yang terdampak banjir dan harus mengungsi di tempat-tempat yang jauh dari kata nyaman, menimbulkan pertanyaan tentang kepemimpinan dan empati. Pungut (72), Ketua RT 06 RW 002 Kampung Lebak, Teluk Pucung, misalnya, melaporkan bahwa 245 rumah di wilayahnya terendam banjir, dengan 92 rumah di RT 06 dan 153 rumah di RT 07 terendam sepenuhnya. Cerita penderitaan juga datang dari Icih (40), peternak kambing yang kehilangan lima ekor ternaknya karena tenggelam, dan Daniel (49), pemilik ruko di Grand Galaxy City yang mobilnya terendam air setinggi satu meter.

Kejadian ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas pemerintah dalam menghadapi bencana. Di tengah kesulitan dan penderitaan yang dialami warga, pemimpin daerah diharapkan dapat hadir dan memberikan contoh kepemimpinan yang berempati dan bertanggung jawab. Selain itu, kejadian ini juga mempertegas urgensi peningkatan kesiapsiagaan menghadapi bencana dan sistem penanganan darurat yang lebih efektif dan responsif, agar kejadian serupa tidak terulang dan penderitaan warga dapat diminimalisir.

Berikut beberapa poin penting yang perlu diperhatikan:

  • Respon Pemerintah: Kecepatan dan efektivitas respon pemerintah dalam menangani bencana banjir.
  • Distribusi Bantuan: Kelancaran dan pemerataan distribusi bantuan bagi warga terdampak.
  • Kesiapsiagaan Bencana: Pentingnya peningkatan kesiapsiagaan dan mitigasi bencana di Kota Bekasi.
  • Transparansi dan Akuntabilitas: Perlu adanya transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana dan sumber daya untuk penanggulangan bencana.
  • Empati dan Kepemimpinan: Peran kepemimpinan yang berempati dan tanggap terhadap penderitaan masyarakat.