RUU KUHAP: Polemik Aturan Penyadapan KPK Mencuat di DPR

RUU KUHAP: Polemik Aturan Penyadapan KPK Mencuat di DPR

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menanggapi pernyataan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penerapan asas lex specialis derogat legi generali dalam konteks aturan penyadapan yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). KPK menyatakan bahwa mereka akan tetap berpegang pada Undang-Undang KPK dalam hal penyadapan dan tidak akan mengikuti aturan baru yang tercantum dalam RUU KUHAP yang saat ini sedang dalam tahap pembahasan.

Habiburokhman menekankan bahwa Komisi III DPR RI terbuka terhadap masukan dari berbagai pihak terkait RUU KUHAP. Rapat kerja awal pembahasan RUU KUHAP secara resmi dijadwalkan akan dilaksanakan pada awal masa sidang mendatang. Hal ini memberikan ruang bagi berbagai pihak untuk menyampaikan pandangan dan aspirasinya terkait dengan substansi RUU KUHAP, termasuk mengenai aturan penyadapan.

Usulan Pembahasan Khusus UU Penyadapan

Lebih lanjut, Habiburokhman mengungkapkan adanya usulan agar aturan penyadapan dibahas secara khusus dalam sebuah Undang-Undang Penyadapan tersendiri. Usulan ini didasari oleh fakta bahwa penyadapan tidak hanya relevan dalam konteks acara pidana, tetapi juga dalam bidang intelijen. Dengan demikian, pengaturan yang komprehensif dan spesifik mengenai penyadapan dianggap perlu untuk mengakomodasi berbagai kepentingan dan aspek hukum yang terkait.

"Soal penyadapan ada usul dibahas detail secara khusus di UU Penyadapan yang masuk long list prolegnas sejak periode lalu. Karena penyadapan bukan hanya terjadi dalam rangkaian acara pidana, ada juga penyadapan dalam bidang intelijen," ujar Habiburokhman.

Komisi III DPR RI berencana untuk mengundang para ahli di bidang hukum, pidana, dan intelijen untuk memberikan masukan dan pandangan terkait dengan isu penyadapan ini. Keterlibatan para ahli diharapkan dapat memberikan perspektif yang komprehensif dan membantu dalam merumuskan aturan penyadapan yang adil, efektif, dan sesuai dengan prinsip-prinsip negara hukum.

Perbedaan Pandangan KPK dan DPR

Dalam draf revisi RUU KUHAP, diatur mengenai penyadapan yang harus mendapatkan izin dari ketua pengadilan negeri, serta batasan waktu penyimpanan hasil penyadapan. KPK berpendapat bahwa aturan ini tidak berlaku bagi mereka karena kewenangan penyadapan KPK telah diatur secara khusus dalam UU KPK.

Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, menegaskan bahwa KPK menjalankan kewenangan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan berdasarkan KUHAP, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang KPK. Prinsip lex specialis derogat legi generali menjadi dasar bagi KPK untuk tetap berpegang pada UU KPK dalam hal penyadapan.

Senada dengan Fitroh, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menjelaskan bahwa aturan penyadapan dalam RUU KUHAP bersifat umum dan dapat dilakukan dalam berbagai perkara tindak pidana oleh penyidik Polri dan penyidik lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Sementara itu, penyadapan yang dilakukan oleh KPK tetap berpedoman pada UU KPK.

"Dengan demikian berdasarkan asas 'lex spesialis derogat legi generalis' KPK dapat saja melakukan penyadapan berdasarkan UU nomor 19 Tahun 2019 tanpa perlu mengikuti ketentuan yang diatur dalam KUHAP," sebutnya.

Daftar Poin Krusial

Berikut adalah beberapa poin krusial yang menjadi sorotan dalam polemik ini:

  • Asas Lex Specialis: Perbedaan interpretasi dan penerapan asas lex specialis derogat legi generali antara KPK dan DPR.
  • Kewenangan Penyadapan KPK: Batasan dan pengaturan kewenangan penyadapan KPK yang diatur dalam UU KPK.
  • RUU KUHAP: Dampak aturan penyadapan dalam RUU KUHAP terhadap kewenangan penyadapan KPK.
  • UU Penyadapan: Usulan pembentukan Undang-Undang Penyadapan yang mengatur secara komprehensif mengenai penyadapan.
  • Keterlibatan Ahli: Pentingnya melibatkan para ahli dalam pembahasan aturan penyadapan.

Debat mengenai aturan penyadapan KPK dalam konteks RUU KUHAP menunjukkan kompleksitas dalam penegakan hukum dan pentingnya mencari titik temu yang adil dan efektif. Pembahasan yang mendalam dan komprehensif, dengan melibatkan berbagai pihak terkait, diharapkan dapat menghasilkan solusi yang terbaik bagi kepentingan bangsa dan negara.