Strategi Pemerintah Redam Pelemahan Rupiah: Deregulasi Perizinan dan Penguatan Fundamental Ekonomi Jadi Kunci
Pemerintah Intensifkan Upaya Stabilisasi Rupiah di Tengah Tekanan Global
Pemerintah Indonesia tengah mengambil langkah-langkah strategis untuk meredam pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menekankan pentingnya deregulasi perizinan usaha dan penguatan fundamental ekonomi nasional sebagai kunci utama.
"Eksport harus tetap menjadi prioritas, dan sesuai arahan Bapak Presiden, deregulasi perizinan dan penyederhanaan proses lainnya akan dipermudah untuk memperlancar ekspor dan impor," ujar Airlangga dalam keterangan resminya, Kamis (27/03/2025).
Fluktuasi Rupiah Dinilai Wajar, Fundamental Ekonomi Tetap Kuat
Airlangga menjelaskan bahwa fluktuasi nilai tukar rupiah adalah fenomena yang wajar dalam dinamika pasar keuangan. Ia meyakinkan bahwa fundamental ekonomi Indonesia saat ini masih kuat dan mampu menopang stabilitas rupiah dalam jangka menengah dan panjang.
"Rupiah memang berfluktuasi, tetapi fundamental kita kuat. Ekspor kita bagus, cadangan devisa juga kuat, dan neraca perdagangan positif. Ini semua menjadi modal penting untuk menjaga stabilitas rupiah," tegasnya.
Devisa Hasil Ekspor (DHE) Perkuat Posisi Rupiah
Pemerintah juga mengandalkan implementasi kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) untuk memperkuat posisi rupiah. DHE mewajibkan eksportir untuk menempatkan sebagian devisa hasil ekspor di dalam negeri, sehingga meningkatkan ketersediaan valuta asing di pasar domestik.
"Dengan adanya DHE, kita tidak akan mudah tertekan oleh faktor eksternal. Fundamental DHE akan semakin memperkuat posisi rupiah ke depannya," imbuh Airlangga.
Perbandingan dengan Krisis 1998: Kondisi Jauh Lebih Baik
Pelemahan rupiah belakangan ini memicu kekhawatiran akan terulangnya krisis moneter 1998. Namun, Airlangga menegaskan bahwa kondisi saat ini jauh berbeda dan lebih terkendali.
"Kondisi saat ini masih jauh dari 1998. Dulu, rupiah terjun bebas dalam waktu singkat dan disertai dengan kerentanan ekonomi yang parah," jelasnya.
Pada tahun 1998, rupiah merosot tajam dari level di bawah Rp 10.000 per dolar AS menjadi Rp 16.000 per dolar AS dalam waktu singkat. Krisis tersebut juga diperparah oleh cadangan devisa yang minim dan kerentanan sektor keuangan yang tidak terkelola dengan baik.
Saat ini, depresiasi rupiah terjadi secara bertahap. Selain itu, Indonesia memiliki cadangan devisa yang jauh lebih besar, mencapai 154,5 miliar dolar AS per akhir Februari 2025. Bank Indonesia (BI) dan pemerintah juga memiliki mekanisme yang lebih kuat untuk mendeteksi dan memitigasi potensi pelemahan ekonomi.
Stabilitas Makroekonomi Terjaga
Secara makroekonomi, Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang jauh lebih stabil dibandingkan tahun 1998. Indikator-indikator seperti Produk Domestik Bruto (PDB), inflasi, kredit, permodalan, dan transaksi berjalan masih dalam kondisi yang baik.
Meski demikian, BI dan pemerintah tetap waspada terhadap perkembangan ekonomi global dan domestik, termasuk faktor-faktor sosial, politik, dan teknologi yang dapat memicu ketidakstabilan.
"Krisis bisa muncul dari faktor di luar ekonomi, seperti operasional atau teknologi digital. Oleh karena itu, penanganan krisis harus dilakukan secara terintegrasi," pungkasnya.
Langkah-langkah pemerintah dalam menjaga stabilitas Rupiah:
- Deregulasi perizinan usaha
- Memastikan ekspor tetap berjalan dengan baik
- Memperkuat fundamental ekonomi
- Mengimplementasikan kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE)
- Memantau perkembangan ekonomi global dan domestik
- Melakukan penanganan krisis secara terintegrasi