Tuduhan Tunggakan Gaji dan Pesangon Rp200 Miliar Mengguncang Indofarma Group

Tuduhan Tunggakan Gaji dan Pesangon Rp200 Miliar Mengguncang Indofarma Group

Federasi Serikat Pekerja BUMN Indonesia Raya (FSP BUMN IR) telah melayangkan aduan serius kepada Badan Aspirasi Masyarakat Dewan Perwakilan Rakyat (BAM DPR) terkait dugaan tunggakan pembayaran hak-hak karyawan dan pensiunan di Indofarma Group. Besarnya tunggakan yang dilaporkan mencapai lebih dari Rp 200 miliar, memicu kekhawatiran dan kemarahan di kalangan pekerja. Aduan ini disampaikan pada Rabu, 5 Maret 2025, di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat.

Rincian tunggakan tersebut, menurut Sekretaris Jenderal FSP BUMN IR, Ridwan Kamil, terdiri dari tunggakan gaji dan pesangon karyawan aktif senilai lebih dari Rp 100 miliar, dan tunggakan hak pensiunan mencapai Rp 75 miliar. Rincian lebih lanjut menunjukkan tunggakan pensiunan Indofarma sebesar Rp 50 miliar dan PT Indofarma Global Medika (IGM) Rp 25 miliar. Lamanya tunggakan ini pun mengkhawatirkan; gaji karyawan aktif telah dipotong selama 14 bulan sejak Januari 2024, dengan persentase pemotongan bervariasi antara 10% hingga 50% tergantung jabatan. Sementara itu, pensiunan telah menanti pembayaran hak-haknya selama dua tahun. Kondisi ini diperparah dengan fakta bahwa banyak pensiunan yang terpaksa kembali bekerja, bahkan menjadi pengemudi ojek online atau pedagang keliling, hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Lebih memprihatinkan lagi, FSP BUMN IR juga mengungkapkan dugaan penggelapan iuran BPJS Ketenagakerjaan dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Meskipun gaji karyawan telah dipotong setiap bulan untuk iuran tersebut, namun perusahaan diduga tidak menyetorkan dana yang telah dipotong. Meskipun belum menempuh jalur hukum, FSP BUMN IR menyatakan akan mempertimbangkan langkah tersebut jika kondisi mendesak mengharuskannya. Ketua Pensiunan IGM, Jusup Imron Danu, menambahkan bahwa tunggakan hak pensiunan IGM mencapai Rp 25 miliar, yang merupakan hak sekitar 250 pensiunan. IGM sendiri, sebagai anak perusahaan Indofarma, telah dinyatakan pailit.

Jusup Imron Danu juga menyoroti aset IGM yang hanya bernilai Rp 23 miliar, jauh lebih rendah dari total kewajiban yang harus dibayarkan kepada karyawan dan pensiunan yang mencapai sekitar Rp 65 miliar. Ia berharap Indofarma, Bio Farma, dan Kementerian BUMN turut bertanggung jawab atas nasib para karyawan dan pensiunan, mengingat potensi PHK massal akibat pailitnya IGM. Jusup juga mempertanyakan klausa dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas yang menyatakan pemegang saham tidak bertanggung jawab, mengingat beberapa direksi Indofarma telah ditetapkan sebagai tersangka kasus fraud yang mengakibatkan kerugian besar pada IGM. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan ketidakpastian masa depan bagi para karyawan dan pensiunan Indofarma Group, dan menuntut tindakan segera dari pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan permasalahan ini dan melindungi hak-hak pekerja.

Situasi ini menunjukkan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap pengelolaan perusahaan BUMN dan perlindungan yang lebih kuat bagi hak-hak pekerja. Tindakan tegas dan solusi yang adil diharapkan dapat segera terwujud untuk meringankan beban para karyawan dan pensiunan yang telah lama menderita akibat tunggakan tersebut.