Industri Perhotelan Terancam Gelombang PHK Akibat Pemangkasan Anggaran Pemerintah

Industri Perhotelan di Ujung Tanduk: Efisiensi Anggaran Pemerintah Picu Kekhawatiran PHK Massal

Sektor perhotelan Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan berat akibat kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah. Pemangkasan belanja perjalanan dinas berdampak signifikan terhadap tingkat hunian hotel, memicu kekhawatiran serius akan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W Kamdani, mengungkapkan keprihatinannya atas situasi ini. Menurutnya, banyak hotel yang telah merasakan dampak langsung dari kebijakan efisiensi tersebut. "Memang dengan kondisi efisiensi itu banyak memang mempengaruhi juga kan pada okupansi hotel. Jadi sekarang kita lagi monitor terus," ujarnya di Jakarta.

Apindo tengah berupaya mencari solusi untuk mengatasi permasalahan ini. Salah satu langkah yang diambil adalah melakukan kajian mendalam untuk mengidentifikasi faktor-faktor lain yang mungkin turut memengaruhi penurunan tingkat hunian hotel, selain efisiensi anggaran.

Penurunan Okupansi Hotel Mencapai 20 Persen

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran, menjelaskan bahwa kontribusi perjalanan dinas pemerintah terhadap pendapatan hotel sangat besar, mencapai 40 hingga 60 persen. Pemangkasan anggaran ini menyebabkan penurunan okupansi hotel secara nasional hingga 20 persen pada Maret 2025, jauh di bawah rata-rata tahun sebelumnya yang berkisar antara 50 hingga 60 persen. Hal ini sangat memprihatinkan, terutama karena sektor perhotelan memiliki dampak yang besar bagi perekonomian.

"Okupansi hotel nasional turun hingga 20 persen, jauh di bawah rata-rata tahun lalu yang masih di kisaran 50 persen hingga 60 persen. Hampir semua wilayah terdampak, terutama hotel-hotel yang selama ini bergantung kepada MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) dari belanja pemerintah," kata Maulana.

Maulana menambahkan bahwa pekerja yang bertugas di bagian layanan ruang pertemuan dan katering adalah yang paling rentan terkena dampak PHK jika situasi ini terus berlanjut.

Upaya Meredam Dampak Negatif

Guna mencegah dampak yang lebih buruk, kalangan pengusaha mendesak pemerintah untuk memberikan insentif bagi industri perhotelan, seperti:

  • Relaksasi pajak
  • Bantuan finansial

Namun, hingga saat ini, belum ada kepastian dari pemerintah mengenai kebijakan tersebut. Jika tidak ada intervensi yang signifikan, industri perhotelan berisiko mengalami krisis yang berkepanjangan.

"Kami masih memantau perkembangan setelah periode Lebaran. Jika tidak ada perubahan kebijakan, ancaman PHK ini bisa semakin nyata," tegas Maulana.

Ketua Bidang Perhubungan dan Logistik Apindo, Carmelita Hartoto, turut menyampaikan keprihatinannya atas kondisi yang menekan industri perhotelan. Ia menegaskan bahwa pengurangan perjalanan dinas pemerintah sangat berpengaruh terhadap tingkat hunian hotel.

"Kalau kondisi ini tidak membaik, maka jalan terakhir, yang sebenarnya tidak diinginkan pelaku usaha, adalah PHK," ujarnya.

Situasi ini menuntut tindakan cepat dan tepat dari pemerintah untuk menyelamatkan industri perhotelan dari ancaman krisis dan PHK massal. Dukungan dan insentif yang diberikan diharapkan dapat membantu sektor ini bertahan dan kembali pulih.