Menaker Tegaskan Bonus Hari Raya Bukanlah THR, Kebijakan Perusahaan Jadi Penentu

Menaker Tegaskan Bonus Hari Raya Bukanlah THR, Kebijakan Perusahaan Jadi Penentu

Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli memberikan klarifikasi terkait perbedaan antara Bonus Hari Raya (BHR) dengan Tunjangan Hari Raya (THR). Penegasan ini disampaikan di tengah harapan banyak pekerja, khususnya pekerja sektor informal seperti pengemudi ojek online (ojol) dan kurir, untuk mendapatkan tambahan penghasilan menjelang Hari Raya Idul Fitri.

Menurut Menaker Yassierli, BHR bukanlah THR dan tidak memiliki regulasi yang mengikat. Besaran BHR sepenuhnya diserahkan kepada kebijakan masing-masing perusahaan. Pemerintah, melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), hanya bisa mengimbau perusahaan untuk memberikan bonus kepada para pekerja yang berkinerja baik, sebagai bentuk apresiasi dan kepedulian.

"Sekali lagi, itu kan bonus hari raya, jadi dia bukan THR dan dia juga bukan suatu yang regulasinya itu sudah ada. Kita berharap nilainya cukup signifikan, yang lainnya memang kita serahkan kepada kebijakan masing-masing perusahaan," ujarnya di Jakarta, Kamis (27/3/2025), seperti dilansir Antara.

Pernyataan ini muncul setelah adanya laporan mengenai pemberian BHR sebesar Rp 50.000 kepada rata-rata pengemudi ojol oleh beberapa perusahaan aplikasi. Menaker Yassierli mengaku akan melakukan verifikasi terhadap laporan tersebut dan berencana untuk berdialog langsung dengan perusahaan-perusahaan terkait guna memahami mekanisme pemberian BHR yang mereka terapkan.

"Kita juga ingin dengar langsung dari perusahaan mereka, membuat simulasinya seperti apa. Tapi sekali lagi itu adalah kita serahkan kebijakan perusahaan," tambahnya.

Menaker Yassierli mengakui bahwa inisiatif BHR ini merupakan hal yang baru dan memiliki keterbatasan waktu mengingat Hari Raya Lebaran sudah dekat. Meskipun demikian, Kemnaker akan tetap berupaya untuk mendorong perusahaan-perusahaan agar memberikan BHR kepada para pekerja.

Verifikasi Pembayaran THR

Selain membahas mengenai BHR, Menaker Yassierli juga menyoroti pentingnya pembayaran THR keagamaan bagi para pekerja. Kemnaker akan melakukan verifikasi terhadap pengaduan-pengaduan yang masuk terkait keterlambatan atau pelanggaran dalam pembayaran THR.

Apabila ditemukan adanya pelanggaran, Kemnaker akan menerbitkan nota pemeriksaan kepada perusahaan yang bersangkutan. Perusahaan tersebut akan diberikan waktu selama tujuh hari untuk menyelesaikan kewajibannya membayar THR.

"Kemudian kalau tidak ada respon, tindakan. Kemudian nota pemeriksaan kedua, 3 hari, kemudian lanjut dengan rekomendasi. Rekomendasi ini terkait dengan sanksi, ini kan regulasinya sudah clear ya. Denda, kemudian sanksi administratif, sampai kemudian rekomendasi-rekomendasi terkait tentang kelangsungan perusahaan," tegas Yassierli.

Dengan adanya penegasan dari Menaker ini, diharapkan para pekerja dapat memahami perbedaan antara BHR dan THR, serta mengetahui hak-hak mereka terkait pembayaran THR. Sementara itu, perusahaan diharapkan dapat menjalankan kewajibannya membayar THR tepat waktu dan memberikan BHR sebagai bentuk apresiasi kepada para pekerja.