Komnas HAM Kecam Respons Pemerintah Terkait Teror Kepala Babi ke Jurnalis Tempo: Jangan Diremehkan!
Komnas HAM Anggap Serius Teror Kepala Babi, Kritik Respons Pemerintah
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan kritik keras terhadap respons pemerintah terkait aksi teror pengiriman kepala babi kepada jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana atau Cica. Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak bisa dianggap sebagai lelucon atau disederhanakan. Pernyataan ini muncul setelah adanya tanggapan dari Kantor Komunikasi Kepresidenan yang dinilai kurang sensitif terhadap ancaman yang dialami oleh jurnalis.
"Kami mendesak pemerintah dan semua pihak untuk tidak meremehkan kasus ini atau memberikan respons yang tidak serius. Tindakan teror ini tidak bisa dianggap sebagai lelucon," ujar Anis dalam konferensi pers di Gedung Komnas HAM, Jakarta Pusat, pada Kamis (27/3/2025).
Anis Hidayah menekankan bahwa penyederhanaan masalah ini menunjukkan kurangnya keseriusan dan empati pemerintah terhadap korban intimidasi dan ancaman. Komnas HAM mendorong pemerintah untuk menanggapi kasus ini dengan serius karena bukan hanya serangan terhadap individu atau media Tempo, melainkan juga ancaman terhadap kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia.
Pelanggaran HAM dalam Teror Kepala Babi
Komnas HAM mengidentifikasi setidaknya lima potensi pelanggaran HAM dalam kasus teror kepala babi ini:
- Pelanggaran Hak atas Rasa Aman: Teror dan intimidasi melanggar hak setiap individu untuk merasa aman secara fisik dan psikologis, termasuk perlindungan terhadap diri sendiri, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak milik. Hal ini dijamin oleh Pasal 28G UUD 1945 dan Pasal 28-35 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
- Pelanggaran Kebebasan Pers: Tindakan teror terhadap jurnalis dan Tempo merupakan bentuk pelanggaran terhadap kebebasan pers, yang merupakan esensi dari hak berpendapat dan berekspresi. Hal ini dijamin dalam Pasal 28E Ayat (3) UUD NRI 1945 dan Pasal 23 Ayat (2) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, yang mencakup hak untuk menyatakan pikiran dan sikap secara lisan atau tulisan melalui media.
- Serangan terhadap Pembela HAM (Human Rights Defender): Jurnalis diakui sebagai salah satu kelompok pembela HAM, sehingga tindakan teror terhadap mereka merupakan serangan terhadap HRD.
- Pelanggaran Hak atas Kepastian dan Keadilan Hukum: Setiap orang berhak atas kepastian dan keadilan hukum. Penegakan hukum merupakan bagian dari upaya pemenuhan hak asasi, terutama bagi korban, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 D UUD 1945 dan Pasal 5, 6, dan 17 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
- Gangguan terhadap Hak atas Informasi Publik: Tindakan teror terhadap jurnalis dan media dapat mengganggu pemenuhan hak masyarakat atas informasi publik. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan diri dan lingkungannya, serta mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan informasi melalui berbagai saluran.
Anis Hidayah juga menekankan bahwa kerja jurnalis sejalan dengan tujuan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, terutama Pasal 3 yang menyatakan hak warga negara untuk mengetahui rencana, program, proses pengambilan, serta alasan pengambilan keputusan publik.
Kronologi Teror Kepala Babi
Sebelumnya, Redaksi Tempo menerima paket berisi kepala babi dengan kondisi kedua telinganya terpotong. Paket tersebut dikirim oleh orang tak dikenal dan hanya mencantumkan kata "Cica," yang merujuk pada jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana.