Lonjakan Ekspor Picu Kelangkaan Kelapa Domestik: Solusi dan Tantangan Produksi Nasional

Kelangkaan Kelapa Mengancam Pasar Domestik, Ekspor Jadi Kambing Hitam?

Fenomena kelangkaan dan meroketnya harga kelapa di pasar domestik belakangan ini menjadi sorotan tajam. Amzul Rifin, pakar Agribisnis dari IPB University, mengungkapkan bahwa akar permasalahan ini terletak pada tingginya permintaan ekspor, khususnya untuk produk minyak kelapa. Kenaikan harga di pasar global membuat ekspor menjadi opsi yang lebih menggiurkan bagi produsen, sehingga pasokan dalam negeri tergerus.

"Kelangkaan yang terjadi lebih disebabkan oleh meningkatnya permintaan luar negeri. Harga dunia yang naik membuat ekspor lebih menguntungkan dibandingkan menjual kelapa di pasar domestik," tegas Amzul.

Data menunjukkan bahwa produksi kelapa Indonesia pada tahun 2024 mencapai 2,89 juta ton, dimana mayoritasnya (98%) berasal dari petani. Pada tahun 2022, sekitar 67% ekspor kelapa Indonesia berbentuk minyak kelapa setengah jadi atau mentah. Permintaan ekspor yang terus meningkat ini mengakibatkan lebih banyak kelapa diolah menjadi minyak untuk diekspor, yang pada gilirannya menyebabkan kelangkaan pasokan di pasar domestik.

Strategi Jitu Tingkatkan Ketahanan Pasokan Kelapa

Amzul menekankan perlunya langkah strategis untuk meningkatkan ketahanan pasokan kelapa dan menstabilkan harga. Namun, tantangan tidak hanya datang dari sisi permintaan ekspor. Kelapa juga harus bersaing dengan komoditas lain yang lebih menguntungkan bagi petani, seperti kelapa sawit.

"Hal ini diharapkan dapat memastikan keberlanjutan produksi kelapa di Indonesia," imbuh Amzul, menyoroti pentingnya keberpihakan terhadap petani kelapa.

Produktivitas Merosot Akibat Lahan Menyusut dan Tanaman Tua

Sebelumnya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah mengidentifikasi masalah lain yang menghambat produksi kelapa nasional. Hengky Novarianto, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Tanaman Perkebunan BRIN, mengungkapkan bahwa produktivitas kelapa menurun seiring dengan berkurangnya lahan perkebunan. Pada tahun 2024, luas lahan kelapa hanya mencapai 3,3 juta hektare.

"Produktivitasnya rendah karena kelapa sudah tua, banyak yang tidak menggunakan benih unggul, tanaman tidak dipelihara dengan baik, terutama tidak dipupuk, belum lagi serangan hama penyakit, kelapa yang mati, dan produk utama kelapa butiran dan koprah di tingkat petani," jelas Hengky.

Permasalahan kompleks ini memerlukan solusi yang komprehensif, mulai dari peremajaan tanaman kelapa, penggunaan bibit unggul, hingga peningkatan praktik budidaya yang baik.

Solusi dari BRIN: Varietas Unggul dan Kelapa Hibrida

Hengky menyampaikan bahwa BRIN telah merilis 60 varietas kelapa unggulan, termasuk kelapa genjah yang mampu menghasilkan hingga 120 butir buah per tahun.

Berikut daftar varietas kelapa unggulan yang telah dirilis BRIN:

  • Kelapa Genjah
  • Kelapa Dalam
  • Kelapa Hibrida

"Masing-masing punya keunggulan dan sifat baik tersendiri, kalau kita kombinasikan atau tanam varitas yang tepat, maka produktas dan produksi kelapa akan jauh meningkat," ujarnya.

Kelapa hibrida, hasil persilangan kelapa genjah dan kelapa dalam, menjadi solusi potensial untuk menggenjot produksi buah. Dengan kombinasi varietas yang tepat dan praktik budidaya yang optimal, diharapkan produksi kelapa nasional dapat ditingkatkan, sehingga mampu memenuhi permintaan domestik dan ekspor, sekaligus mensejahterakan petani kelapa Indonesia. Pemerintah dan stakeholder terkait perlu bersinergi untuk mewujudkan hal ini.