Kebakaran Dahsyat Landa Korea Selatan, Kuil Bersejarah Gounsa Jadi Korban
Kebakaran Dahsyat Landa Korea Selatan, Kuil Bersejarah Gounsa Jadi Korban
Gelombang api besar melanda Korea Selatan sejak Jumat, 21 Maret lalu, menghancurkan lebih dari 88 ribu hektar lahan dan memaksa ribuan warga mengungsi. Di antara kerugian yang paling memilukan adalah hancurnya Kuil Gounsa, sebuah situs bersejarah yang telah berdiri selama 1.300 tahun di Uiseong.
Kuil Gounsa, didirikan pada tahun 681 Masehi selama era Dinasti Silla, adalah pusat spiritual dan warisan budaya yang tak ternilai harganya. Dilaporkan bahwa kobaran api telah meratakan kuil tersebut, meninggalkan puing-puing di tempat yang dulunya merupakan tempat suci. Untungnya, para pejabat yang bertanggung jawab atas situs warisan budaya berhasil mengevakuasi beberapa harta nasional sebelum api mencapai bangunan kayu utama, termasuk patung Buddha batu dari abad ke-8. Namun, bangunan-bangunan bersejarah lainnya tidak terselamatkan.
Kerugian Akibat Kebakaran
Kebakaran ini tidak hanya menghancurkan Kuil Gounsa, tetapi juga meluluhlantakkan dua "harta karun" nasional yang tak tergantikan:
- Paviliun Bersejarah: Bangunan berbentuk paviliun yang dibangun di atas sungai pada tahun 1668, sebuah mahakarya arsitektur yang mencerminkan keindahan dan harmoni dengan alam. Kehilangan bangunan ini merupakan pukulan telak bagi warisan budaya Korea Selatan.
- Bangunan Dinasti Joseon: Didirikan pada tahun 1904, bangunan ini memiliki nilai historis yang signifikan karena dibangun untuk memperingati umur panjang seorang raja. Kehancurannya merupakan kerugian yang mendalam bagi sejarah dan identitas bangsa.
Selain kehancuran situs bersejarah, kebakaran ini juga menyebabkan evakuasi massal lebih dari 27.000 orang dari kota-kota seperti Andong, Uiseong, Sancheong, dan Ulsan. Di kota pesisir Yeongdeok, jalan-jalan ditutup dan penduduk di setidaknya empat desa diperintahkan untuk mengungsi demi keselamatan mereka. Sekolah-sekolah dan pusat kebugaran telah diubah menjadi tempat penampungan darurat untuk menampung para pengungsi yang kehilangan tempat tinggal.
Bahkan, situs-situs yang terdaftar di UNESCO, seperti Desa Rakyat Hahoe dan Akademi Konfusianisme Byeongsan di Andong, sempat terancam oleh kobaran api. Upaya keras dilakukan untuk melindungi situs-situs warisan dunia ini dari amukan api, menunjukkan betapa seriusnya situasi yang dihadapi.
Para ahli menyebut kebakaran hutan ini sebagai yang terbesar ketiga dalam sejarah Korea Selatan, berdasarkan luas lahan yang terbakar. Dugaan sementara menyebutkan bahwa kebakaran tersebut dipicu oleh aktivitas manusia, seperti percikan api dari pengelasan atau kegiatan membersihkan rumput kering di dekat makam leluhur. Investigasi lebih lanjut sedang dilakukan untuk mengetahui penyebab pasti kebakaran tersebut.
Peringatan dari Ahli
Pakar kehutanan Lee Byung Doo memperingatkan bahwa kebakaran hutan berskala besar seperti ini kemungkinan akan semakin sering terjadi seiring dengan perubahan iklim yang semakin memburuk. Ia menekankan perlunya pengakuan akan ancaman ini dan persiapan yang lebih matang, termasuk peningkatan sumber daya dan tenaga kerja untuk mengatasi kebakaran hutan di masa depan. Perubahan iklim telah memperpanjang musim kebakaran hutan global sekitar dua minggu rata-rata, dan kondisi kering serta berangin menjadi lebih umum terjadi, meningkatkan risiko kebakaran hutan.
Tragedi ini menjadi pengingat yang menyakitkan tentang kerentanan warisan budaya dan pentingnya tindakan pencegahan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana alam. Upaya pemulihan dan rekonstruksi Kuil Gounsa dan situs-situs bersejarah lainnya harus menjadi prioritas utama untuk melestarikan warisan berharga bagi generasi mendatang.